Harga CPO Melemah, Permintaan India Menurun: Kemendag Tetapkan Bea Keluar
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumumkan penurunan harga referensi CPO di bulan Maret 2025 menjadi 954,50 dolar AS per metrik ton, disebabkan oleh melemahnya permintaan dari India dan harga minyak nabati lainnya.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) baru-baru ini mengumumkan penurunan harga referensi (HR) minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) untuk periode Maret 2025. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, terutama penurunan permintaan dari India dan penurunan harga minyak nabati lainnya. Hal ini diumumkan pada Sabtu lalu di Jakarta oleh Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim.
Penurunan HR CPO ini cukup signifikan, dari 955,44 dolar AS per metrik ton (MT) pada periode 1-28 Februari 2025 menjadi 954,50 dolar AS per MT di bulan Maret 2025. Penurunan sebesar 0,94 dolar AS atau 0,10 persen ini menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap perekonomian Indonesia, khususnya bagi para petani dan pelaku usaha di sektor perkebunan kelapa sawit.
Pemerintah, melalui Kemendag, telah menetapkan kebijakan bea keluar (BK) dan pungutan ekspor (PE) CPO berdasarkan HR yang baru. Dengan penurunan HR CPO ini, dampaknya terhadap penerimaan negara dari sektor ini juga perlu dipantau dan dikaji lebih lanjut.
Penurunan Permintaan dari India dan Dampaknya
Isy Karim menjelaskan bahwa penurunan permintaan CPO dari India menjadi salah satu faktor utama penurunan harga referensi. India merupakan salah satu pasar ekspor CPO terbesar bagi Indonesia. Penurunan permintaan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti perubahan kebijakan impor di India, perubahan preferensi konsumen, atau bahkan pengaruh faktor ekonomi global.
Selain penurunan permintaan dari India, penurunan harga minyak nabati lainnya juga turut berkontribusi terhadap pelemahan harga CPO. Kompetisi di pasar minyak nabati global cukup ketat, sehingga harga CPO sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas sejenis.
Pemerintah terus memantau perkembangan harga CPO dan pasar internasional. Langkah-langkah strategis perlu diambil untuk memastikan stabilitas harga dan keberlanjutan industri kelapa sawit Indonesia.
Besaran Bea Keluar dan Pungutan Ekspor CPO
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2024, bea keluar (BK) CPO periode Maret 2025 ditetapkan sebesar 124 dolar AS per MT. Sementara itu, pungutan ekspor (PE) CPO periode Maret 2025, merujuk pada PMK Nomor 62 Tahun 2024, ditetapkan sebesar 7,5 persen dari HR CPO periode Maret 2025, yaitu sebesar 71,5877 dolar AS per MT.
Isy Karim menambahkan bahwa saat ini HR CPO mendekati ambang batas 680 dolar AS per MT. Meskipun demikian, pemerintah tetap mengenakan BK dan PE sesuai dengan PMK yang berlaku. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga penerimaan negara meskipun harga CPO mengalami pelemahan.
Penetapan HR CPO didasarkan pada rata-rata harga dari tiga sumber: bursa CPO di Indonesia (845,38 dolar AS per MT), bursa CPO di Malaysia (1.063,62 dolar AS per MT), dan Pasar Lelang CPO Rotterdam (1.418,68 dolar AS per MT).
Perhitungan Harga Referensi CPO
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022 mengatur perhitungan HR CPO. Jika terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga lebih dari 40 dolar AS, maka perhitungan HR CPO menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median. Oleh karena itu, HR CPO Maret 2025 bersumber dari bursa CPO di Malaysia dan bursa CPO di Indonesia, menghasilkan HR CPO sebesar 954,50 dolar AS per MT.
Selain CPO, minyak goreng (refined, bleached, and deodorized/RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat neto ≤ 25 kg juga dikenakan BK sebesar 31 dolar AS per MT. Penetapan merek mengacu pada Kepmendag Nomor 221 Tahun 2025.
Penurunan harga CPO ini menjadi tantangan bagi Indonesia, namun pemerintah terus berupaya untuk menjaga stabilitas dan keberlanjutan industri kelapa sawit. Langkah-langkah strategis dan pemantauan yang ketat akan terus dilakukan untuk menghadapi dinamika pasar global.