Perpusda Tabalong: Menuju Perpustakaan Inklusif dan Ramah Masyarakat
Perpustakaan Daerah Tabalong mengembangkan program inklusi sosial dengan melibatkan komunitas dan berbagai pihak untuk meningkatkan minat baca dan akses literasi bagi seluruh lapisan masyarakat.
![Perpusda Tabalong: Menuju Perpustakaan Inklusif dan Ramah Masyarakat](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/01/200052.663-perpusda-tabalong-menuju-perpustakaan-inklusif-dan-ramah-masyarakat-1.jpg)
Perpustakaan Daerah (Perpusda) Tabalong, Kalimantan Selatan, gencar mengembangkan konsep perpustakaan berbasis inklusi sosial. Inisiatif ini bertujuan untuk menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat dan meningkatkan akses terhadap literasi. Langkah ini dimulai sejak beberapa tahun lalu dan terus dikembangkan hingga saat ini.
Mengapa inklusi sosial penting dalam pengembangan perpustakaan? Konsep ini menekankan pentingnya keterlibatan seluruh elemen masyarakat. Dengan melibatkan komunitas, pegiat literasi, dan berbagai stakeholder, Perpusda Tabalong berharap dapat menciptakan ruang publik yang benar-benar ramah dan bermanfaat bagi semua kalangan. Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Tabalong, Norhayati, menjelaskan visi ini.
Bagaimana Perpusda Tabalong mewujudkan inklusi sosial? Salah satu strategi utamanya adalah meningkatkan fasilitas dan layanan di perpustakaan. Hal ini diharapkan mampu menarik minat masyarakat untuk berkunjung dan beraktivitas di Perpusda Tabalong. Selain itu, berbagai pelatihan juga rutin diselenggarakan untuk mengembangkan potensi masyarakat.
Pada tahun 2025, Perpusda Tabalong berencana memperluas jangkauan program inklusi sosial. "Di 2025 ini, kegiatan pengembangan perpustakaan berbasis inklusi sosial akan dilaksanakan dengan melakukan sosialisasi ke perpustakaan desa atau kelurahan, Gerakan Literasi Tabalong, serta memfasilitasi masyarakat untuk berkegiatan di perpustakaan," jelas Norhayati dalam wawancara di Tanjung, Kabupaten Tabalong, Sabtu lalu.
Replikasi dan perluasan akses. Tidak hanya fokus di Perpusda Tabalong, pengembangan juga diarahkan ke tingkat desa. Tahun ini, Dispersip Tabalong menargetkan sepuluh perpustakaan desa untuk menerapkan model inklusi sosial. Bahkan, mereka mengajukan proposal ke Perpustakaan Nasional untuk mendapatkan bantuan guna mereplikasi program ini di lima perpustakaan desa lainnya.
Lebih dari sekedar buku. Inklusi sosial dalam konteks perpustakaan bukan hanya sekadar menyediakan buku. Ini juga berarti menciptakan lingkungan yang nyaman, akses mudah, dan program-program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Perpusda Tabalong berupaya keras untuk mencapai hal ini.
Kesimpulannya, pengembangan perpustakaan berbasis inklusi sosial di Tabalong menunjukkan komitmen nyata untuk mendekatkan literasi kepada seluruh lapisan masyarakat. Dengan melibatkan berbagai pihak dan berkolaborasi secara aktif, program ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup dan pengetahuan masyarakat Tabalong.