Polemik Poligami: Menteri HAM Minta ASN Patuhi UU Perkawinan
Menteri HAM, Natalius Pigai, meminta Aparatur Sipil Negara (ASN) menaati UU Perkawinan terkait poligami, menanggapi polemik Pergub DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 tentang izin poligami untuk ASN.
Polemik aturan poligami untuk ASN di DKI Jakarta baru-baru ini memicu pernyataan resmi dari Menteri Hak Asasi Manusia (HAM). Menanggapi Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian, Menteri Natalius Pigai memberikan arahan tegas kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN).
Selasa lalu, di Jakarta, Menteri Pigai menyatakan bahwa ASN wajib mengikuti aturan yang tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan terkait poligami. Pernyataan tersebut disampaikan sebagai respons atas kontroversi yang muncul setelah Pergub tersebut diterbitkan. Intinya, ASN harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku, bukan aturan daerah yang dinilai menimbulkan polemik.
Undang-Undang Perkawinan, khususnya Pasal 3 ayat 2, menjadi acuan utama. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pengadilan berwenang memberikan izin poligami jika disetujui oleh semua pihak yang terlibat. Hal ini menekankan pentingnya persetujuan semua pihak dalam sebuah pernikahan poligami, bukan sekadar izin dari atasan di instansi pemerintahan.
Pergub DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2025, yang resmi diterbitkan pada 6 Januari 2025, mengatur mekanisme perizinan bagi ASN yang ingin berpoligami. Aturan ini mewajibkan ASN pria yang ingin menikah lagi untuk mendapatkan izin dari pejabat berwenang terlebih dahulu. Ketentuan ini tertuang jelas dalam Pasal 4 ayat 1 Pergub tersebut.
Peraturan ini cukup ketat. ASN yang melanggar dan menikah tanpa izin akan menghadapi sanksi disiplin berat. Sanksi tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan detailnya dapat dilihat dalam peraturan terkait. Ketegasan ini bertujuan untuk memastikan penegakan aturan dan tata kelola ASN yang baik.
Pernyataan Menteri HAM ini memberikan kejelasan hukum bagi ASN. Dengan mengacu pada UU Perkawinan, ASN tidak perlu lagi mengacu pada Pergub yang kontroversial. Hal ini diharapkan dapat meredam polemik dan memastikan setiap ASN menjalankan tugasnya sesuai aturan hukum yang berlaku di Indonesia.
Kesimpulannya, pernyataan Menteri HAM menekankan pentingnya kepatuhan ASN terhadap UU Perkawinan terkait poligami. Pergub DKI Jakarta yang mengatur izin poligami untuk ASN sebaiknya merujuk pada aturan hukum yang lebih tinggi dan menghindari tumpang tindih peraturan. Dengan demikian, penegakan hukum dan tata kelola ASN dapat berjalan lebih efektif dan efisien.