Alissa Wahid Kritik Pergub DKI soal Poligami: Normalisasi atau Kemaslahatan?
Alissa Wahid dari PBNU mengkritik Pergub DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 tentang izin poligami untuk ASN, menilai aturan tersebut sebagai normalisasi poligami dan mengabaikan kemaslahatan perempuan.

Alissa Wahid, Ketua PBNU Bidang Kesejahteraan Keluarga, menyoroti Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian. Pergub yang diterbitkan pada 6 Januari 2025 ini mengatur mekanisme izin poligami bagi ASN di Jakarta, menimbulkan kontroversi dan kecaman dari berbagai pihak.
Pergub tersebut dinilai oleh Alissa Wahid sebagai langkah yang menormalisasi poligami. Ia menekankan bahwa meskipun poligami dibolehkan dalam Islam, Undang-Undang Perkawinan menetapkan aturan yang jelas. Pergub ini, menurutnya, justru mengesankan seolah poligami menjadi hal yang wajar dan lumrah. "Walaupun dibolehkan dalam agama Islam, tapi dalam Undang-Undang Perkawinan agama Islam jelas. Jika ada kebijakan seperti ini kesannya normalisasi," tegas Alissa Wahid di Jakarta, Jumat.
Poin-poin dalam Pergub yang mengatur syarat poligami juga menuai kritik. Syarat-syarat tersebut, seperti istri tidak mampu menjalankan kewajiban, cacat badan, sakit kronis, atau mandul setelah 10 tahun menikah, dianggap Alissa sebagai bentuk objektifikasi perempuan. Ia mempertanyakan prioritas kebijakan tersebut: "Ini jadi pertanyaan saya, mengapa ini negara jadi begini ya. Ini negara melihat dari boleh atau tidak, bukan kemaslahatan. Padahal, harusnya negara memikirkannya adalah kemaslahatan bangsa dalam bahasa Undang-Undang Dasar makmur, adil, sentosa," ujarnya.
Alissa Wahid menjelaskan perspektif Islam terkait poligami. Ia menyebutkan ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan: boleh atau tidak (halal haram), baik atau tidak, dan pantas atau tidak. Meskipun secara syariat poligami diperbolehkan, perlu dikaji lebih lanjut mengenai kebaikan dan kepantasannya dalam konteks kekinian. Ia menyarankan pendekatan yang berbeda: "Harusnya melindungi keluarga ASN dengan mendidik para ASN untuk tidak poligami," kata dia.
Pj Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, berdalih Pergub ini bertujuan melindungi hukum bagi ASN. Namun, banyak pihak menilai aturan ini justru diskriminatif terhadap perempuan. Pergub ini mewajibkan ASN pria yang ingin berpoligami untuk memperoleh izin dari pejabat berwenang sebelum menikah (Pasal 4 ayat 1). Pelanggaran aturan ini akan berujung pada hukuman disiplin berat.
Pergub ini telah memicu perdebatan luas di masyarakat. Banyak yang mempertanyakan kebijakan yang dianggap melanggengkan ketidakadilan gender. Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta belum memberikan tanggapan lebih lanjut terkait kritik yang disampaikan Alissa Wahid dan berbagai kalangan masyarakat.
Kesimpulannya, Pergub DKI Jakarta tentang izin poligami untuk ASN menimbulkan kontroversi dan menuai kecaman. Banyak pihak, termasuk Alissa Wahid, menilai aturan ini sebagai bentuk normalisasi poligami yang mengabaikan aspek kemaslahatan dan kesetaraan gender. Debat publik ini mempertanyakan peran negara dalam melindungi hak-hak perempuan dan keluarga.