Polemik Usulan Pejabat NTB Jadi Komisaris BUMD: Aji Mumpung atau Sesuai Aturan?
Anggota DPRD NTB mempertanyakan usulan penunjukan empat pejabat Pemprov NTB sebagai komisaris BUMD, yang dinilai melanggar aturan dan berpotensi konflik kepentingan, sementara pihak Pemprov berdalih hal tersebut sesuai aturan dan untuk memenuhi temuan Ins

Polemik Usulan Pejabat NTB Jadi Komisaris BUMD: Aji Mumpung atau Sesuai Aturan?
Anggota Komisi III DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB), M Nashib Ikroman, menyoroti usulan Penjabat Gubernur NTB, Hassanudin, terkait pengangkatan empat pejabat pemerintah provinsi menjadi komisaris non-independen di beberapa Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Usulan ini disampaikan menjelang pelantikan Gubernur terpilih, memicu pertanyaan tentang etika dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku. Keempat pejabat tersebut adalah Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Lalu Gita Ariadi; Asisten II Setda Provinsi NTB, Fathul Gani; Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi NTB, Wirajaya Kusuma; dan Pejabat Fungsional Madya BUMD/BLUD pada Biro Perekonomian Setda Provinsi NTB, Ahaddi Bohari.
Pertanyaan tentang Kepatuhan Aturan
Nashib Ikroman menilai tindakan Penjabat Gubernur tersebut sebagai 'aji mumpung' karena dilakukan di masa akhir jabatan. Ia mempertanyakan kesesuaian pengangkatan tersebut dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD. Menurut PP tersebut, komisaris non-independen idealnya berasal dari kalangan non-ASN. Meskipun PP memperbolehkan ASN aktif menjadi komisaris dengan syarat tertentu, yaitu tidak sedang menjabat pelayanan publik, Nashib Ikroman menganggap penjelasan Biro Ekonomi NTB yang menyatakan komisaris harus dari ASN aktif sebagai tafsir yang keliru dan berpotensi membuka peluang konflik kepentingan.
Anggota DPRD NTB ini juga menyoroti potensi konflik kepentingan yang muncul dari pengangkatan ini. Anggapan publik bahwa para pejabat tersebut mengincar posisi komisaris untuk tambahan penghasilan dinilai wajar karena adanya celah aturan yang dimanfaatkan. Surat usulan pengangkatan, bernomor 700/1695.6-XI/Set.Ev-INSP/2024 dan tertanggal 30 November 2024, merupakan tindak lanjut dari laporan hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kemendagri Nomor 700.1.2.1/152/IJ tanggal 1 Juli 2024, mengenai Laporan Hasil Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Provinsi NTB tahun anggaran 2024.
Klarifikasi Pihak Pemerintah Provinsi NTB
Menanggapi kritik tersebut, Asisten II Setda Provinsi NTB, Fathul Gani, menjelaskan bahwa usulan tersebut masih sebatas usulan dan belum disetujui. Ia menekankan bahwa persetujuan bergantung pada hasil fit and proper test oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan RUPS para pemegang saham. Fathul Gani juga membantah bahwa pengangkatan ini bertujuan untuk mencari keuntungan tambahan, dan menegaskan bahwa pengusulan penempatan ASN di BUMD merupakan amanah dan telah diatur dalam PP 54 Tahun 2017.
Lebih lanjut, Fathul Gani menjelaskan bahwa usulan ini juga merupakan tindak lanjut dari temuan LHP Inspektur Jenderal Kemendagri yang merekomendasikan agar komposisi komisaris non-independen berasal dari ASN aktif. Ia menyebutkan bahwa Pemprov NTB telah tiga kali ditegur karena belum memenuhi ketentuan tersebut, dan bahwa pengisian posisi komisaris Bank NTB Syariah, sebelumnya dijabat oleh Sekda M Nur yang telah meninggal dunia, perlu segera dilakukan. Ia juga mencontohkan praktik serupa di Jawa Timur dan Bali, di mana ASN aktif, termasuk Sekda, juga menjabat sebagai komisaris non-independen di BUMD.
Kesimpulan
Polemik ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengangkatan pejabat publik ke posisi strategis di BUMD. Meskipun pihak Pemprov NTB berdalih telah mengikuti aturan yang berlaku, pertanyaan tentang potensi konflik kepentingan dan etika kepemimpinan tetap menjadi sorotan. Proses fit and proper test dan RUPS mendatang akan menjadi penentu apakah usulan tersebut akan disetujui atau ditolak, dan bagaimana pemerintah provinsi akan merespon kritik yang telah disampaikan.