Polri Ungkap Jaringan Pengoplosan LPG Bersubsidi di Karawang dan Semarang
Polri membongkar praktik pengoplosan LPG 3 kilogram bersubsidi di Karawang dan Semarang, dengan total barang bukti ribuan tabung gas dan beberapa tersangka telah ditetapkan.

Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus pengoplosan LPG 3 kilogram bersubsidi di Karawang, Jawa Barat, dan Semarang, Jawa Tengah. Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat terkait kelangkaan dan dugaan pengoplosan LPG 3 kilogram. Polri melakukan penyelidikan di beberapa lokasi, menemukan praktik ilegal yang merugikan negara dan masyarakat.
Penyelidikan yang dilakukan Dittipidter Bareskrim Polri mengarah pada dua lokasi utama: sebuah pangkalan LPG di Kecamatan Telagasari, Karawang, dan sebuah gudang LPG di Kecamatan Banyumanik, Semarang. Di kedua lokasi tersebut, ditemukan praktik pengoplosan isi LPG bersubsidi ke tabung LPG nonsubsidi menggunakan regulator modifikasi dan es batu untuk mempercepat proses pemindahan gas.
Dari hasil penyelidikan, polisi menetapkan sejumlah tersangka. Di Karawang, satu tersangka, TN alias E, ditetapkan sebagai pemilik modal dan eksekutor pengoplosan. Sementara di Semarang, tiga tersangka ditetapkan, yaitu FZSW alias A sebagai pemilik pangkalan dan otak pelaku, serta DS dan KKI sebagai penyuntik LPG. Modus operandi di kedua lokasi berbeda; di Karawang, pangkalan LPG disamarkan sebagai lokasi pengoplosan, sementara di Semarang, gudang pangkalan LPG yang izinnya telah dicabut dimanfaatkan untuk kegiatan ilegal tersebut. "Ini cukup menarik. Biasanya orang beli dari pangkalan baru disuntik atau dipindahkan ke tabung nonsubsidi. Akan tetapi, ini pangkalan sendiri yang bermain," ungkap Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin, Direktur Tipidter Bareskrim Polri.
Pengungkapan Kasus dan Barang Bukti
Barang bukti yang disita dari lokasi pengoplosan di Karawang meliputi 386 tabung gas berbagai ukuran (254 tabung 3 kg, 38 tabung 5,5 kg, dan 94 tabung 12 kg), 20 regulator modifikasi, dan sebuah buku catatan pembelian tabung LPG 3 kg. Sementara itu, di Semarang, penyidik menyita barang bukti yang jauh lebih besar, yaitu 4.109 tabung gas berbagai ukuran (20 tabung 50 kg, 649 tabung 12 kg, 95 tabung 5,5 kg, dan 3.345 tabung 3 kg), 10 unit selang, satu unit timbangan, dan dua unit mobil pikap.
Besarnya jumlah tabung gas yang disita menunjukkan skala operasi pengoplosan yang cukup besar. Hal ini menunjukkan dampak negatif yang signifikan terhadap ketersediaan LPG bersubsidi bagi masyarakat yang membutuhkan. Praktik ini jelas merugikan negara dan melanggar aturan yang berlaku.
Modus operandi yang digunakan para tersangka menunjukkan tingkat kecanggihan dalam melakukan kejahatan ini. Penggunaan regulator modifikasi dan es batu menunjukkan upaya untuk mempercepat proses pengoplosan dan menghindari deteksi. Keberhasilan pengungkapan kasus ini menunjukkan kesigapan Polri dalam menangani kejahatan ekonomi yang merugikan masyarakat.
Pasal yang Diterapkan dan Hukuman
Para tersangka dijerat dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang atas perubahan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp60 miliar.
Hukuman yang berat ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku dan mencegah terjadinya praktik serupa di masa mendatang. Polri berkomitmen untuk terus memberantas kejahatan ekonomi yang merugikan masyarakat dan negara. Kasus ini menjadi bukti nyata komitmen tersebut.
Pengungkapan kasus pengoplosan LPG bersubsidi ini menjadi peringatan bagi semua pihak agar lebih waspada terhadap praktik-praktik ilegal yang merugikan masyarakat. Kerjasama antara masyarakat dan aparat penegak hukum sangat penting untuk mencegah dan memberantas kejahatan ekonomi seperti ini.