Polri Usul Cabut Izin Produsen MinyaKita Curang: Takaran Berkurang, Satu Tersangka Ditangkap
Polri mengusulkan pencabutan izin dua perusahaan produsen MinyaKita, PT MSI dan PT ARN, karena kecurangan takaran, dan menetapkan satu tersangka, AWI, kepala cabang PT ARN.

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengusulkan pencabutan izin dua perusahaan produsen minyak goreng MinyaKita kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag). Kedua perusahaan, PT MSI dan PT ARN (AYA Rasa Nabati), terbukti melakukan kecurangan dengan mengurangi takaran minyak dalam kemasan. Satu tersangka, AWI, telah ditetapkan dalam kasus ini.
Pengungkapan kasus ini dilakukan oleh Satgas Pangan Polri di Jakarta pada Selasa, 11 Maret 2024. Brigjen Pol Helfi Assegaf, Direktur Tipideksus sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri, menyatakan bahwa usulan pencabutan izin tersebut bertujuan memberikan efek jera kepada pelaku usaha yang tidak jujur.
Polri juga memastikan akan menindak tegas produsen minyak goreng yang melakukan kecurangan serupa. Selain sanksi pidana yang akan dijatuhkan oleh Polri, Kemendag juga akan memberikan sanksi administratif. UU Pangan, UU Perlindungan Konsumen, dan UU Perdagangan akan menjadi dasar hukum penindakan, dengan sanksi yang terbilang berat.
Pencabutan Izin dan Sanksi Tegas
Brigjen Pol Helfi Assegaf menekankan pentingnya kejujuran dalam proses produksi minyak goreng. Para pelaku usaha diimbau untuk memastikan takaran minyak sesuai dengan yang tertera pada label kemasan. "Diharapkan para pelaku usaha segera memperbaiki jika yang dilakukan tidak sesuai untuk bisa mengemas kembali dengan komposisi yang betul, ukuran yang betul sehingga tidak merugikan masyarakat," ujarnya.
Usulan pencabutan izin usaha dan merek MinyaKita dari PT MSI dan PT ARN merupakan langkah tegas untuk melindungi konsumen dan mencegah praktik curang serupa di masa mendatang. Polri berkomitmen untuk terus mengawasi dan menindak tegas setiap pelanggaran yang merugikan masyarakat.
Selain pencabutan izin, sanksi pidana juga akan dijatuhkan kepada para pelaku usaha yang terbukti bersalah. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani kasus-kasus kecurangan di sektor pangan.
Tersangka AWI dan Operasional PT ARN
AWI, tersangka dalam kasus ini, diketahui menjabat sebagai kepala cabang dan pengelola PT AYA Rasa Nabati (ARN). Ia bertanggung jawab atas pengemasan dan penjualan minyak goreng berbagai merek, termasuk MinyaKita. AWI menjalankan usahanya sejak Februari 2025 dengan kapasitas produksi mencapai 400-800 karton per hari.
AWI memperoleh bahan baku minyak goreng curah dari PT ISJ melalui seorang trader bernama D di Bekasi dengan harga Rp18.100 per kilogram. Atas perbuatannya, AWI disangkakan pasal berlapis, menandakan keseriusan hukum dalam menangani kasus ini.
Peran AWI sebagai kepala cabang menunjukkan adanya kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam praktik kecurangan ini. Penyelidikan lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengungkap jaringan dan aktor di balik kasus tersebut.
Kasus ini menjadi peringatan bagi seluruh pelaku usaha untuk selalu mematuhi aturan dan memprioritaskan kepentingan konsumen. Praktik curang tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap industri pangan.
Langkah-langkah Ke Depan
Dengan ditetapkannya tersangka dan usulan pencabutan izin, diharapkan kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi pelaku usaha lainnya. Penting bagi semua pihak untuk bekerja sama dalam menjaga kualitas dan kuantitas produk yang beredar di pasaran.
Kemendag dan Polri perlu terus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum untuk mencegah praktik curang serupa terjadi kembali. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses produksi dan distribusi minyak goreng juga perlu ditingkatkan.
Konsumen juga perlu berperan aktif dalam mengawasi dan melaporkan jika menemukan adanya kecurangan dalam produk yang mereka konsumsi. Partisipasi aktif dari semua pihak sangat penting untuk menciptakan pasar yang adil dan terlindungi.
Dengan adanya tindakan tegas dari pihak berwajib, diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya praktik curang serupa di masa depan. Perlindungan konsumen dan kepastian hukum menjadi kunci utama dalam menciptakan industri pangan yang sehat dan berkelanjutan.