Pramono-Rano Pilih Stafsus Non-ASN untuk Bangun Jakarta
Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta terpilih, Pramono Anung dan Rano Karno, memilih tujuh staf khusus non-ASN untuk membantu membangun Jakarta, mengutamakan profesionalisme dan sesuai aturan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024.
![Pramono-Rano Pilih Stafsus Non-ASN untuk Bangun Jakarta](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/05/000213.484-pramono-rano-pilih-stafsus-non-asn-untuk-bangun-jakarta-1.jpg)
Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, Pramono Anung dan Rano Karno, mengambil keputusan penting terkait tim pendukung mereka. Pasangan ini memilih tujuh staf khusus yang berasal dari luar kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN). Keputusan ini diumumkan langsung oleh Pramono Anung di Balai Kota Jakarta, Selasa, 04/02.
Alasan di balik pilihan ini cukup jelas. Pramono mengungkapkan, "Orangnya tentunya bukan ASN dan ada yang sehari-hari mengurus saya, mengurus Bang Rano. Beberapa profesional, dari tujuh orang yang ada. Saya lebih percaya memakai profesional," menunjukkan prioritas pada keahlian dan pengalaman di luar struktur pemerintahan.
Jumlah staf khusus yang dipilih sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Ketentuan hukum ini membolehkan gubernur dan wakil gubernur untuk memiliki tujuh staf khusus yang membantu menjalankan tugas pemerintahan. "Karena memang Undang-Undangnya menyebut tujuh (staf). Saya akan menaati aturan perundang-undangan bahwa mempunyai tujuh staf khusus," tegas Pramono.
Selain staf khusus, Pramono-Rano juga akan memiliki staf ahli. Namun, yang menarik, mereka memutuskan untuk tidak menggunakan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Pramono menjelaskan, "Saya memang ingin lebih hal yang fungsional karena saya meyakini birokrasi pemerintahan Jakarta ini salah satu birokrasi pemerintahan yang sudah sudah kuat." Keputusan ini menunjukkan kepercayaan terhadap birokrasi yang sudah ada.
Langkah ini juga bukan tanpa konsultasi. Pramono mengaku telah berkomunikasi dengan beberapa Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, seperti Sutiyoso, Fauzi Bowo, Anies Baswedan, dan Joko Widodo. Ia aktif meminta saran dan masukan untuk membangun Jakarta. "Jadi, untuk urusan itu saya tidak mau kemudian ada batasan. Beliau-beliau ini pasti akan kami minta bantuan minta tolong, minta saran, minta pendapat. Bagi saya itu adalah hal yang biasa," jelasnya.
Penggunaan staf khusus non-ASN oleh Pramono-Rano menjadi sorotan. Keputusan ini menunjukkan pendekatan yang berbeda dalam membangun Jakarta, dengan mengutamakan profesionalisme di luar struktur pemerintahan yang sudah ada. Pilihan ini tentunya akan menarik untuk diamati dan dievaluasi dampaknya terhadap kinerja pemerintahan DKI Jakarta.
Langkah ini menandakan adanya pendekatan baru dalam pemerintahan DKI Jakarta. Dengan mengandalkan profesional di luar ASN, Pramono dan Rano berharap dapat membawa perubahan positif dan efisiensi dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun, waktu akan membuktikan efektivitas strategi ini terhadap pembangunan Jakarta ke depannya.