Produksi Lemang di Banda Aceh Melonjak Tajam Selama Ramadhan
Produksi lemang bambu di Banda Aceh meningkat drastis selama Ramadhan 1446 H, mencapai 75 kg beras ketan per hari, memenuhi permintaan tinggi dari berbagai wilayah di Aceh.

Produksi lemang bambu di Kota Banda Aceh mengalami peningkatan signifikan selama bulan Ramadhan 1446 Hijriah (2025 Masehi). Hal ini dipicu oleh melonjaknya permintaan masyarakat yang menjadikan lemang sebagai hidangan takjil berbuka puasa. Peningkatan produksi ini terlihat jelas dari seorang perajin lemang bernama Hafsah, yang telah menekuni usaha ini selama tiga dekade.
Hafsah, seorang wanita berusia 75 tahun, mengungkapkan bahwa produksinya meningkat drastis selama Ramadhan. Jika biasanya ia hanya menghabiskan 15 kilogram beras ketan per hari, selama bulan puasa ini, ia membutuhkan 75 kilogram beras ketan setiap harinya untuk memenuhi permintaan yang membludak. Hal ini menunjukkan peningkatan produksi lemang hingga lima kali lipat dibandingkan hari biasa.
Permintaan yang tinggi ini tidak hanya datang dari Kota Banda Aceh dan sekitarnya, tetapi juga merambah ke berbagai kabupaten/kota di Provinsi Aceh, seperti Tapaktuan (Aceh Selatan) dan Aceh Barat. Fenomena ini menunjukkan popularitas lemang sebagai makanan tradisional yang tetap digemari masyarakat Aceh, khususnya selama bulan Ramadhan.
Lonjakan Permintaan dan Strategi Produksi
Meningkatnya permintaan lemang berdampak pada proses produksi. Hafsah menjelaskan bahwa dalam satu kilogram beras ketan, ia dapat membuat tiga hingga empat batang lemang bambu dengan panjang kurang dari satu meter. Ukuran lemang bervariasi tergantung pada diameter bambu yang digunakan.
Meskipun permintaan meningkat pesat, Hafsah mempertahankan harga jual lemangnya. Harga tetap berkisar antara Rp30.000 hingga Rp100.000 per batang, tergantung ukuran bambu yang digunakan. Hal ini menunjukkan komitmen Hafsah untuk tetap menjaga aksesibilitas lemang bagi masyarakat luas.
Untuk memenuhi permintaan yang membeludak, Hafsah meningkatkan jumlah pekerjanya. Dari biasanya hanya dua orang, selama Ramadhan ia mempekerjakan 10 orang pekerja. Sebagian besar pekerja difokuskan pada proses pembakaran lemang, yang membutuhkan waktu hingga empat jam per batang.
Asal Bahan Baku dan Tantangan Produksi
Bahan baku utama lemang, yaitu bambu, didatangkan dari Kabupaten Pidie. Hafsah melakukan pemesanan bambu dua kali dalam sebulan. Bambu yang digunakan memiliki panjang lima hingga enam meter dan dibeli dengan harga Rp30.000 per batang.
Proses produksi lemang yang cukup intensif membutuhkan manajemen yang baik. Dengan peningkatan jumlah pekerja, Hafsah mampu memenuhi permintaan yang tinggi, meskipun proses pembakaran lemang membutuhkan waktu yang cukup lama. Ini menunjukkan pentingnya strategi produksi yang efektif dalam menghadapi lonjakan permintaan musiman.
Kenaikan permintaan lemang selama Ramadhan 1446 H di Banda Aceh menunjukkan betapa lemang tetap menjadi bagian penting dari tradisi kuliner masyarakat Aceh. Hal ini juga menjadi bukti keuletan para perajin dalam memenuhi permintaan pasar dan menjaga kelangsungan usaha tradisional.
Meskipun menghadapi tantangan dalam memenuhi permintaan yang tinggi, Hafsah dan para perajin lainnya mampu menunjukkan daya saing dan kreativitas dalam menjalankan usaha mereka. Hal ini menjadi bukti pentingnya pelestarian warisan budaya kuliner Indonesia.