Puluhan Satwa Dilindungi Diamankan di Mimika, Papua Tengah
Gakkum Kemenhut mengungkap kasus perdagangan puluhan satwa dilindungi di Mimika, Papua Tengah, dengan tersangka ATL yang kini telah ditetapkan dan dijerat pasal berlapis.

Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan (Gakkum Kemenhut) berhasil mengungkap kasus perdagangan satwa liar dilindungi di Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Pengungkapan ini berawal dari laporan masyarakat dan melibatkan kerja sama Gakkum Kemenhut dengan Polres Mimika. Penangkapan terhadap pelaku dan penyitaan puluhan satwa dilindungi terjadi pada 15 Maret 2025.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Maluku Papua, Fredrik E. Tumbel, menyatakan bahwa pelaku, berinisial ATL, telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Selain pelaku, puluhan satwa dilindungi juga berhasil diamankan dalam keadaan hidup. Barang bukti yang disita cukup beragam, menunjukkan skala perdagangan satwa liar yang cukup signifikan.
Penangkapan ini merupakan bukti nyata komitmen pemerintah dalam melindungi sumber daya alam hayati Indonesia, khususnya tumbuhan dan satwa liar (TSL) yang dilindungi. Proses penyelidikan dan pengembangan kasus terus dilakukan untuk mengungkap jaringan perdagangan satwa liar yang lebih besar.
Pengungkapan Perdagangan Satwa Liar di Mimika
Operasi yang dilakukan oleh SPORC Brigade Kanguru Seksi Wilayah III Jayapura Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Maluku dan Papua bersama Polres Mimika berhasil mengamankan berbagai jenis satwa dilindungi dari tangan ATL. Satwa-satwa tersebut antara lain 10 ekor Kakatua Koki (Cacatua galerita), 4 ekor Kakatua Maluku (Cacatua moluccensis), 2 ekor Kakatua Raja (Probosciger aterrimus), 49 ekor Kasturi Kepala Hitam (Lorius lory), 2 ekor Perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus), 4 ekor Nuri Aru (Chalcopsitta scintillata), 2 ekor Nuri Bayan (Eclectus roratus), dan 1 ekor Kuskus (Phalangeridae).
Semua satwa tersebut kini berada dalam perawatan Balai Gakkum Kehutanan di kantor Seksi Wilayah II Mimika Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua. Kondisi satwa-satwa tersebut dilaporkan dalam keadaan hidup. Langkah selanjutnya adalah memastikan perawatan dan pemulihan satwa-satwa tersebut sebelum kemungkinan dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya.
ATL dijerat dengan Pasal 40A ayat (1) huruf d jo, Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2024, yang ancaman hukumannya mencapai 15 tahun penjara. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani kasus perdagangan satwa liar dilindungi.
Ancaman terhadap Keanekaragaman Hayati
Penangkapan ATL dan penyitaan puluhan satwa dilindungi menyoroti ancaman serius terhadap keanekaragaman hayati Indonesia. Perdagangan satwa liar ilegal tidak hanya merugikan kelestarian satwa itu sendiri, tetapi juga mengancam keseimbangan ekosistem. Kehilangan spesies kunci dalam rantai makanan dapat berdampak luas pada lingkungan.
Fredrik E. Tumbel menekankan pentingnya hukuman berat bagi pelaku kejahatan TSL untuk memberikan efek jera. Harapannya, tindakan tegas ini dapat mencegah terjadinya kejahatan serupa di masa mendatang. Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya perlindungan satwa liar dan upaya bersama untuk melawan perdagangan ilegal.
Pemerintah terus berupaya meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum untuk melindungi satwa liar dilindungi. Kerja sama antar instansi dan partisipasi masyarakat sangat penting dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
Langkah-langkah yang lebih komprehensif, termasuk edukasi dan kesadaran masyarakat, diperlukan untuk mengatasi masalah perdagangan satwa liar secara efektif. Perlindungan satwa liar merupakan tanggung jawab bersama untuk menjaga kelestarian alam Indonesia bagi generasi mendatang.
"Mengingat pentingnya fungsi satwa yang dilindungi untuk kelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem serta kawasan konservasi, tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan TSL dilindungi ini harus dilakukan. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya, agar ada efek jera dan contoh bagi para pelaku lain," tegas Fredrik E. Tumbel.