Rupiah Melemah: Efisiensi Anggaran dan Tarif Impor AS Jadi Faktor Utama
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS disebabkan oleh kebijakan efisiensi anggaran pemerintah dan kenaikan tarif impor AS, yang meningkatkan kekhawatiran pelaku pasar.
![Rupiah Melemah: Efisiensi Anggaran dan Tarif Impor AS Jadi Faktor Utama](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/11/191647.014-rupiah-melemah-efisiensi-anggaran-dan-tarif-impor-as-jadi-faktor-utama-1.jpg)
Jakarta, 11 Februari 2025 - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) kembali melemah. Pada penutupan perdagangan Selasa, rupiah terdepresiasi 26 poin (0,16 persen) menjadi Rp16.364 per dolar AS. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga ikut melemah ke level Rp16.380 per dolar AS. Pelemahan ini, menurut pengamat pasar uang Ariston Tjendra, dipengaruhi oleh dua faktor utama: kebijakan efisiensi anggaran pemerintah dan kebijakan tarif impor dari Amerika Serikat.
Efisiensi Anggaran Pemerintah: Sentimen Negatif di Pasar
Ariston menjelaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran pemerintah, yang diinstruksikan melalui Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025, memberikan sentimen negatif kepada pasar. Pemangkasan anggaran sebesar Rp306,69 triliun, yang meliputi efisiensi kementerian/lembaga dan transfer ke daerah, berdampak pada roda ekonomi bisnis. "Kebijakan efisiensi pemerintah yang sedikit banyak mempengaruhi roda ekonomi bisnis karena pembatasan pengeluaran pemerintah, juga sedikit banyak memberikan sentimen negatif ke pasar," ungkap Ariston.
Inpres tersebut memerintahkan pemangkasan anggaran di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2025. Kementerian Keuangan, melalui surat bernomor S-37/MK.02/2025, menjabarkan 16 pos belanja yang perlu diefisiensikan, dengan persentase pemangkasan bervariasi antara 10 persen hingga 90 persen. Sementara pemangkasan transfer ke daerah (TKD) diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 29 Tahun 2025, yang mencakup dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK) fisik, dan lainnya.
Tarif Impor AS: Kekhawatiran Pelaku Pasar
Faktor lain yang turut menekan rupiah adalah kebijakan tarif impor dari Presiden AS Donald Trump. Kenaikan tarif impor baja dan alumunium sebesar 25 persen meningkatkan kewaspadaan dan kekhawatiran pelaku pasar. "(Hal ini) meningkatkan kewaspadaan dan kekhawatiran pelaku pasar, sehingga memicu peralihan ke aset aman, seperti kita lihat harga emas internasional terus meningkat dan aset yang berisiko mengalami tekanan, termasuk rupiah," jelas Ariston.
Kenaikan tarif impor ini mendorong pelaku pasar untuk beralih ke aset aman, seperti emas, menyebabkan aset berisiko seperti rupiah mengalami tekanan. Situasi ini menunjukkan kerentanan rupiah terhadap sentimen global dan kebijakan ekonomi negara-negara besar.
Kesimpulan: Tantangan Ke Depan
Pelemahan rupiah merupakan tantangan yang perlu diwaspadai. Kombinasi kebijakan efisiensi anggaran pemerintah dan sentimen negatif dari kebijakan tarif impor AS telah menciptakan kondisi yang kurang kondusif bagi nilai tukar rupiah. Pemerintah perlu memperhatikan dampak kebijakan efisiensi anggaran terhadap perekonomian dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di masa mendatang. Pemantauan terhadap perkembangan ekonomi global juga sangat penting untuk mengantisipasi potensi gejolak di pasar keuangan.
Ke depan, diperlukan strategi yang lebih komprehensif untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan nilai tukar rupiah. Hal ini mencakup koordinasi yang erat antara pemerintah dan Bank Indonesia dalam merespon perkembangan ekonomi global serta kebijakan yang tepat sasaran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.