Siaga Bencana: 40 Puskesmas di Jayawijaya Layani Korban Banjir dan Longsor
Dinas Kesehatan Jayawijaya siagakan 40 puskesmas untuk tangani korban banjir dan longsor yang melanda 34 distrik dan 203 kampung, serta dampak kesehatan jangka panjangnya.

Banjir dan tanah longsor yang melanda Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, dalam beberapa pekan terakhir telah menyebabkan dampak yang signifikan, termasuk pada sektor kesehatan. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Jayawijaya telah menyiagakan tenaga kesehatan di 40 puskesmas untuk memberikan pelayanan medis kepada para korban bencana. Bencana ini terjadi di berbagai wilayah Kabupaten Jayawijaya, mengakibatkan ribuan kepala keluarga terdampak dan ratusan jiwa mengungsi.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jayawijaya, Willy E. Mambieuw, menyatakan bahwa seluruh puskesmas di 40 distrik dikerahkan untuk membantu penanganan korban. Para tenaga kesehatan (nakes) bersiaga di posko induk dan posko-posko lainnya di wilayah kerja masing-masing. Meskipun demikian, akses ke beberapa lokasi bencana terhambat akibat medan yang sulit dilalui karena banjir.
"Nakes tetap bersiaga, baik di posko induk maupun posko lainnya di wilayah kerja mereka masing-masing untuk membantu penanganan korban banjir dan tanah longsor dari berbagai penyakit yang mengancam," kata Willy E. Mambieuw saat dihubungi di Wamena, Minggu (4/5).
Penanganan Medis di Tengah Bencana
Dinkes Jayawijaya menghadapi tantangan dalam menjangkau korban bencana di beberapa wilayah. "Kami mencontohkan di Distrik Musatfak dan Witawaya, nakes tidak bisa masuk ke lokasi bencana karena terhalang banjir. Tetapi daerah lainnya itu bisa dimasuki dan nakes memberikan pelayanan di sana," ujar Kepala Dinkes. Sistem zona penanganan bencana diterapkan, membagi wilayah terdampak menjadi zona merah (akses terbatas, penanganan langsung), zona kuning (pencegahan meluas), dan zona hijau (belum terdampak, potensial terdampak).
Penanganan medis difokuskan pada pencegahan dan pengobatan penyakit yang mungkin muncul pascabencana. "Dalam penanganan banjir dan tanah longsor kami memetanya berdasarkan zona, baik merah, kuning dan hijau. Zona merah itu artinya tidak bisa kita bicara, tetapi langsung masuk dan atasi, sedangkan zona kuning itu yakni harus dicegah supaya tidak masuk ke zona merah, sedangkan zona hijau adalah daerah yang belum terdampak tetapi ada kemungkinan masuk ke zona kuning atau merah," jelas Willy E. Mambieuw.
Dampak jangka panjang bencana ini juga menjadi perhatian utama. Penyakit seperti muntaber dan penyakit kulit dikhawatirkan akan muncul akibat konsumsi air yang tidak sehat. "Efek terakhir yang dapat terjadi setelah bencana adalah penyakit seperti muntaber, kulit akibat warga terdampak mengkonsumsi air yang tidak sehat karena telah terkontaminasi air kotor," tambahnya.
Akses Air Bersih, Kunci Pencegahan Penyakit
Meskipun Wamena relatif aman, distrik-distrik di bantaran Sungai Baliem, seperti Musatfak, Witawaya, dan Usilimo, mengalami dampak yang signifikan. Ketersediaan air bersih menjadi kunci dalam mencegah penyebaran penyakit pascabencana. "Kami bersyukur dalam kota (Wamena) belum terdampak, namun daerah seperti Musatfak, Witawaya, Usilimo dan distrik lainnya di bantaran Sungai Baliem itu sangat berdampak sekali. Maka fasilitas air bersih ini yang harus diperhatikan pascabencana nanti supaya warga terdampak dapat dicegah dari berbagai penyakit," tegas Willy E. Mambieuw.
Data dari Posko Satgas Tanggap Darurat Bencana Banjir dan Longsor Kabupaten Jayawijaya pada Minggu (4/5) menunjukkan bahwa 34 distrik dan 203 kampung terdampak banjir, sementara enam distrik terdampak longsor. Sebanyak 16.785 kepala keluarga (KK) terdampak dan 832 jiwa mengungsi. Situasi ini menuntut upaya maksimal dari berbagai pihak untuk membantu para korban dan mencegah meluasnya dampak kesehatan.
Keberhasilan penanganan bencana ini tidak hanya bergantung pada kesiapsiagaan medis, tetapi juga pada aksesibilitas layanan kesehatan dan ketersediaan sumber daya, terutama air bersih. Upaya kolaboratif antar lembaga dan masyarakat sangat krusial dalam menghadapi dampak jangka panjang bencana ini.