BNPB Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Banjir dan Longsor Jayawijaya
BNPB menyatakan status tanggap darurat bencana banjir dan tanah longsor di Jayawijaya, Papua Pegunungan, telah sesuai prosedur dan akan fokus pada rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.

Banjir dan tanah longsor yang melanda Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, telah mengakibatkan status tanggap darurat ditetapkan. Bencana ini terjadi di 34 distrik dan 203 kampung, mengakibatkan 16.785 kepala keluarga (KK) terdampak dan 832 jiwa mengungsi. BNPB menyatakan penetapan status tanggap darurat ini sesuai prosedur dan tepat waktu, memungkinkan mobilisasi sumber daya untuk penanggulangan bencana.
Direktur Fasilitasi Penanganan Korban dan Pengungsi BNPB, Nelwan Harahap, menyatakan bahwa status tanggap darurat ini merupakan langkah tepat untuk mengoptimalkan sumber daya nasional dan daerah. Hal ini memungkinkan TNI-Polri, ASN, dan LSM kemanusiaan untuk segera turun tangan membantu korban bencana. "Kami pikir sudah pas, cepat dan tepat status tanggap daruratnya. Ini menjadi pintu masuk untuk mengerahkan seluruh sumber daya yang ada, baik nasional maupun daerah untuk sama-sama menanggulangi bencana banjir dan tanah longsor di Jayawijaya," kata Nelwan Harahap di Wamena, Sabtu (3/5).
BNPB memberikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah membantu, termasuk TNI-Polri, ASN, dan LSM kemanusiaan yang telah memberikan dukungan kebutuhan dasar bagi masyarakat terdampak. Penanganan pasca bencana menjadi fokus utama, mengingat dampak yang luas, termasuk potensi gagal panen yang akan berdampak sosial ekonomi bagi masyarakat Jayawijaya.
Penanganan Bencana dan Tahap Rehabilitasi
Nelwan Harahap menjelaskan bahwa durasi status tanggap darurat bersifat relatif, berakhir ketika seluruh distrik di Jayawijaya aman dari ancaman banjir dan tanah longsor. Setelah status tanggap darurat dicabut, fokus akan beralih ke rehabilitasi dan rekonstruksi. "Jika ancaman bencana banjir dan tanah longsor sudah berakhir serta masyarakat sudah tertangani semua, segera dicabut status tanggap darurat supaya dapat melanjutkan penanganannya kepada rehabilitasi dan rekonstruksi setelah banjir dan longsor," jelasnya.
BNPB menyadari dampak jangka panjang dari bencana ini, khususnya potensi gagal panen yang akan berdampak pada perekonomian masyarakat. "Kami pastikan akan gagal panen, dan yang mulai menanam dan tidak bisa menanam ini akan menjadi masalah sosial," ujar Nelwan. Proses penanaman dan panen membutuhkan waktu sekitar enam bulan, sehingga hal ini menjadi perhatian serius dalam perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Setelah masyarakat terdampak mulai menanam kembali, BNPB akan fokus pada pemulihan ekonomi dan kehidupan masyarakat. "Ini menjadi perhatian kami (BNPB) supaya status tanggap darurat segera dicabut ketika sudah berakhir supaya dapat dilanjutkan ke tahap rehabilitasi dan rekonstruksi," tambahnya.
Dampak Bencana dan Kebutuhan Mendatang
Penanganan pasca bencana menjadi prioritas utama BNPB karena menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat. "Ini menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat, baik yang terdampak maupun mereka yang tergantung pada hasil pertanian yang saat ini gagal panen akibat banjir," tegas Nelwan. Data dari Posko Satgas Tanggap Darurat Bencana Banjir dan Longsor Kabupaten Jayawijaya mencatat 34 distrik dan 203 kampung terdampak, dengan 16.785 KK terdampak dan 832 jiwa mengungsi.
BNPB memastikan akan terus memantau situasi dan memberikan dukungan yang dibutuhkan untuk membantu masyarakat Jayawijaya pulih dari bencana ini. Proses rehabilitasi dan rekonstruksi akan difokuskan pada pemulihan ekonomi, infrastruktur, dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang terdampak.
Ke depannya, kerjasama dan koordinasi antar lembaga pemerintah, TNI-Polri, dan LSM kemanusiaan akan terus ditingkatkan untuk memastikan penanggulangan bencana dan rehabilitasi berjalan efektif dan efisien. Prioritas utama adalah memastikan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Jayawijaya.