Sinergi Kemenag, PBNU, dan Muhammadiyah: Perkuat Program Keagamaan Nasional
Kementerian Agama (Kemenag) menjalin kerja sama dengan PBNU dan Muhammadiyah untuk menyinergikan program keagamaan nasional, fokus pada moderasi beragama, penetapan awal bulan Hijriah, dan pengembangan literasi keislaman.
Kementerian Agama (Kemenag) baru-baru ini menggelar pertemuan penting dengan Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) dan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Tujuannya? Membangun sinergi untuk program-program keagamaan nasional. Pertemuan ini, yang pertama kali dilakukan pada pertengahan Januari 2025, menandai langkah konkret kolaborasi antar pemerintah dan organisasi masyarakat Islam terbesar di Indonesia.
Direktur Urusan Agama Islam dan Bimbingan Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, menjelaskan pentingnya kolaborasi ini untuk menghadapi tantangan keagamaan kontemporer, terutama terkait penetapan awal bulan Hijriah. Hal ini merupakan isu krusial yang senantiasa menjadi perhatian umat Islam di Indonesia.
Dalam pertemuan tersebut, Kemenag memaparkan empat program prioritas yang akan dijalankan bersama PBNU dan Muhammadiyah. Program-program tersebut dirancang untuk memperkuat pemahaman dan praktik keagamaan di Indonesia.
Empat Program Prioritas
Pertama, penguatan peran masjid dalam isu lingkungan dan kemanusiaan. Ini merupakan kelanjutan dari Deklarasi Istiqlal, yang bertujuan menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan sosial dan lingkungan, mendorong edukasi dan dakwah yang berwawasan lingkungan.
Kedua, penanganan paham keagamaan radikal melalui penguatan moderasi beragama. Program ini bertujuan menjaga kerukunan antar umat beragama di tengah dinamika sosial yang kompleks.
Ketiga, penetapan awal bulan Hijriah. Kemenag akan berkolaborasi dengan PBNU dan Muhammadiyah untuk mencapai kesepahaman dalam menentukan awal bulan Hijriah, khususnya Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, mengacu pada kriteria MABIMS (Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).
Keempat, pengembangan literasi keislaman melalui platform digital ELIPSKI. Platform ini menyediakan berbagai referensi keagamaan, seperti naskah khotbah dan buku digital, untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi keagamaan yang akurat dan terpercaya.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, Hamim Ilyas, menyambut baik kerja sama ini. Ia menekankan pentingnya sinergi untuk memperkuat pemahaman keagamaan di masyarakat, khususnya peran masjid-masjid Muhammadiyah yang berjumlah lebih dari 12.000 dan membutuhkan dukungan dalam hal infrastruktur dan program pemberdayaan.
Senada dengan itu, Ketua LF PBNU, Sirril Wafa, mengungkapkan pentingnya pemahaman metode hisab dan rukyat dalam penetapan awal bulan Hijriah. PBNU, jelasnya, menggunakan metode Qath’iyu al-Ruqyah yang mempertimbangkan hisab dan rukyat, dengan kriteria elongasi hilal minimal 9,9 derajat.
Kerja sama antara Kemenag, PBNU, dan Muhammadiyah diharapkan dapat menciptakan sinergi yang kuat dalam membangun pemahaman dan praktik keagamaan yang moderat, inklusif, dan bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.