SPPG Papua Kelola Warga Lokal: Program MBG Lebih Tepat Sasaran dan Ciptakan Lapangan Kerja
Stafsus Menhan tegaskan seluruh Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) untuk Makan Bergizi Gratis (MBG) di Papua akan dikelola masyarakat lokal, demi penyerapan tenaga kerja dan efektivitas program.

Staf Khusus Menteri Pertahanan Bidang Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Lenis Kogoya, menegaskan komitmen pemerintah untuk menyerahkan pengelolaan seluruh Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Papua kepada masyarakat lokal. Pengelolaan ini akan melibatkan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) dan Satgas Pemuda Adat. Keputusan ini diumumkan pada Senin di Gedung Eme Neme Yauware Timika, Provinsi Papua Tengah. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal dan memastikan program MBG tepat sasaran.
Kogoya menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat Papua dalam program MBG. "Kepala-kepala sekolah bikin kebun semua untuk MBG, jadi kita mesti tegas, sayur yang didatangkan dari Jakarta, kita berhentikan semua, semua orang harus bikin kebun, sayurnya dari kebun kita, karena uang ada di sana, jadi uang ada untuk masyarakat, anak-anak kita dapat sayur, makan yang bergizi," tegasnya. Pernyataan ini menunjukkan komitmen untuk memanfaatkan sumber daya lokal dan memberdayakan masyarakat setempat.
Dengan melibatkan Satgas Pemuda Adat sebagai pengelola SPPG, program MBG diharapkan dapat lebih efektif dan efisien. Satgas ini, yang mayoritas anggotanya merupakan lulusan SMP hingga SMA, akan bertanggung jawab atas logistik SPPG. "Pengelolanya ini adalah Satgas Pemuda Adat, lembaga adat ini kan kuat ya, itu yang kita percayakan, umurnya mungkin masih lulusan SMP, SMA, tetapi itu kita percayakan untuk mengatur logistik, jadi sekitar 50 orang -per SPPG-", jelas Kogoya. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemanfaatan Sumber Daya Lokal dan Keterlibatan Masyarakat Adat
Program MBG di Papua dirancang untuk mengatasi masalah gizi buruk dan meningkatkan kualitas hidup anak-anak. Pemanfaatan bahan-bahan lokal menjadi kunci keberhasilan program ini. "Selera makanan masyarakat Papua tentu berbeda dengan Jawa, sehingga pemanfaatan bahan-bahan lokal sangat dibutuhkan untuk menyukseskan program MBG," ujar Kogoya. Hal ini menunjukkan pemahaman pemerintah akan pentingnya kearifan lokal dalam program pembangunan.
Keterlibatan masyarakat adat dalam pengelolaan SPPG juga bertujuan untuk mengatasi resistensi masyarakat terhadap program MBG. "Nah, anak-anak Papua itu sendiri dilatih, dibina, dan mereka yang masak, yang kasih makan juga mereka, karena saya mau supaya masyarakat bersama-sama dengan pemerintah," tambah Kogoya. Dengan melibatkan masyarakat secara langsung, diharapkan program MBG dapat diterima dengan baik dan berjalan efektif.
Proses pengelolaan SPPG melibatkan berbagai pihak, termasuk Badan Gizi Nasional (BGN) dan Dinas Pendidikan. BGN berperan dalam membangun dapur dan menentukan nilai gizi makanan, sementara Dinas Pendidikan berkoordinasi dalam menentukan lokasi SPPG. "Badan Gizi Nasional membangunkan dapur, menentukan nilai gizinya, dinas pendidikan berkoordinasi menentukan lokasi-lokasinya, masyarakat kita yang bikin dapur, jadi yang masak itu mama-mama kita sendiri, yang bagi untuk anak-anak juga masyarakat kita sendiri," jelas Kogoya. Kerjasama antar instansi ini memastikan terlaksananya program MBG secara terpadu dan terintegrasi.
Akreditasi SPPG dan Target Program MBG
Badan Gizi Nasional (BGN) sebelumnya telah menyatakan akan menggaet lembaga independen untuk mengakreditasi pelaksanaan program MBG. Akreditasi ini bertujuan untuk mengontrol kualitas makanan yang diproduksi oleh SPPG. Kepala BGN, Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa akreditasi akan dilakukan setelah program MBG mencakup enam juta penerima manfaat dan beroperasinya 2.000 SPPG. "Nanti ada akreditasi terkait itu, nanti kita jalankan dulu intervensi sampai mentok di 2.000 SPPG mencakup enam juta orang, akan bertahan sampai Agustus. Selama tidak bertambah SPPG, kita akan lakukan akreditasi," kata Dadan.
Program MBG diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pendidikan dan kesehatan anak-anak di Papua. "Kalau anak-anak itu makan makanan yang bergizi di sekolah, mereka menjadi pintar, sehat, bertanggung jawab, sehingga Indonesia Emas itu bisa terwujud," tutur Kogoya. Dengan pengelolaan SPPG yang melibatkan masyarakat lokal, diharapkan program MBG dapat berjalan lancar dan mencapai tujuannya untuk mewujudkan generasi muda Indonesia yang sehat dan cerdas.
Kemenhan dan BGN akan terus berkoordinasi untuk memastikan program MBG berjalan sukses. Kogoya mengajak masyarakat, melalui LMA, untuk segera menentukan lokasi dapur SPPG. "Kemenhan dan BGN, kami akan terus berkoordinasi, jadi segeralah masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Adat, misalnya, tentukan di mana dapurnya," ajaknya. Partisipasi aktif masyarakat sangat penting untuk keberhasilan program ini.
Dengan melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan SPPG, program MBG di Papua diharapkan dapat menjadi contoh keberhasilan program pembangunan yang berkelanjutan dan berpihak pada masyarakat.