Suap Rp5 Miliar Kasus Ronald Tannur: Pengacara Akui Beri Uang ke Mantan Pejabat MA
Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, mengaku menyuap mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, sebesar Rp5 miliar untuk penguatan vonis bebas kliennya.

Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, menjadi sorotan setelah mengakui telah memberikan suap sebesar Rp5 miliar kepada mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar. Pengakuan tersebut disampaikan Lisa dalam sidang pemeriksaan saksi mahkota di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Rabu, 14 Mei 2024. Uang tersebut diberikan sebagai imbalan agar putusan bebas Ronald Tannur di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya diperkuat di MA.
Dalam kesaksiannya, Lisa Rachmat menjelaskan kronologi pemberian suap tersebut. Ia awalnya bertemu Zarof Ricar untuk menanyakan susunan majelis hakim yang menangani kasasi kasus Ronald Tannur. Lisa berharap Zarof Ricar dapat membantu penguatan putusan PN Surabaya. Zarof Ricar merespon dengan mengatakan akan mencoba, tanpa memberikan jaminan pasti. Beberapa waktu kemudian, Zarof Ricar mengirimkan foto dirinya bersama Hakim Agung Soesilo, yang merupakan ketua majelis hakim dalam sidang kasasi tersebut. Setelah melihat foto tersebut, Lisa Rachmat langsung menyiapkan uang suap sebesar Rp5 miliar.
Pemberian uang suap dilakukan dua kali di kediaman Zarof Ricar. Lisa Rachmat menegaskan bahwa jumlah Rp5 miliar merupakan angka yang telah ia siapkan sendiri dan tidak ada proses tawar-menawar dengan Zarof Ricar. Perbuatan ini merupakan bagian dari upaya untuk mengamankan vonis bebas bagi kliennya, Ronald Tannur. Kasus ini juga melibatkan ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, yang didakwa memberikan suap kepada hakim di PN Surabaya.
Kronologi Pemberian Suap dan Peran Zarof Ricar
Lisa Rachmat, sebagai saksi mahkota, memberikan keterangan detail mengenai proses pemberian suap kepada Zarof Ricar. Ia menjelaskan pertemuan awal dengan Zarof Ricar untuk meminta bantuan dalam penguatan putusan. Setelah mendapatkan foto Zarof Ricar bersama Hakim Agung Soesilo, Lisa Rachmat langsung mempersiapkan uang suap. Pemberian uang dilakukan dua kali di rumah Zarof Ricar, tanpa adanya negosiasi terkait jumlah uang.
Peran Zarof Ricar dalam kasus ini sangat krusial. Ia diduga melakukan pemufakatan jahat dengan Lisa Rachmat untuk menyuap hakim. Dakwaan terhadap Zarof Ricar meliputi pemufakatan jahat untuk memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, serta penerimaan gratifikasi selama menjabat di MA. Besaran gratifikasi yang diterima Zarof Ricar mencapai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram.
Kasus ini menunjukkan adanya dugaan praktik korupsi yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pengacara, terdakwa, hingga pejabat MA. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memberikan keadilan bagi semua pihak.
Dakwaan Terhadap Zarof Ricar dan Meirizka Widjaja
Zarof Ricar didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dakwaan tersebut terkait pemufakatan jahat dan penerimaan gratifikasi.
Sementara itu, Meirizka Widjaja, ibunda Ronald Tannur, didakwa memberikan suap kepada tiga hakim di PN Surabaya senilai Rp4,67 miliar agar anaknya divonis bebas. Ia terancam pidana berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a jo. Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kedua kasus ini saling berkaitan dan menunjukkan adanya jaringan korupsi yang perlu diungkap tuntas. Proses hukum yang transparan dan adil sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya penegakan hukum yang tegas dan konsisten dalam memberantas korupsi di Indonesia. Transparansi dan akuntabilitas dalam sistem peradilan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya praktik-praktik suap dan memastikan keadilan bagi semua pihak.