Tantangan dan Peluang Bergabungnya Indonesia dalam OECD
Indonesia berupaya bergabung dengan OECD untuk meningkatkan daya saing ekonomi, namun perlu mempertimbangkan berbagai tantangan dan reformasi besar yang diperlukan.

Indonesia, setelah bergabung dengan BRICS pada awal 2025, kini tengah berupaya menjadi anggota Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Keanggotaan dalam OECD, organisasi ekonomi yang beranggotakan negara-negara dengan kebijakan dan tata kelola ekonomi yang mapan, diharapkan dapat meningkatkan perekonomian Indonesia. Upaya ini merupakan strategi besar untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional dan keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah. Namun, peluang besar ini juga diiringi tantangan yang signifikan.
OECD, didirikan pada tahun 1961, bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, memperkuat perdagangan global, dan meningkatkan standar hidup di negara-negara anggotanya. Keanggotaan OECD sering dianggap sebagai 'tanda kualitas' bagi suatu negara, menunjukkan bahwa negara tersebut memenuhi standar kesejahteraan dan tata kelola ekonomi yang tinggi. Keanggotaan ini menuntut reformasi untuk meningkatkan transparansi, memperkuat sistem hukum, dan menciptakan kebijakan ekonomi yang lebih ramah investasi. Contohnya, Korea Selatan berhasil mempercepat industrialisasi dan meningkatkan daya saing ekonomi setelah bergabung pada tahun 1996, mengalami peningkatan signifikan dalam investasi asing langsung (FDI), dan mempercepat reformasi di sektor keuangan dan peraturan bisnis.
Indonesia berharap dapat meniru kesuksesan tersebut. Namun, bergabung dengan OECD bukan tanpa tantangan. Tantangan utama adalah regulasi dan kebijakan ekonomi Indonesia yang masih memiliki banyak distorsi, tidak selaras dengan prinsip-prinsip OECD, terutama terkait persaingan usaha, perpajakan, dan ketenagakerjaan. Reformasi besar diperlukan di berbagai sektor. Hal ini terlihat dari laporan OECD tentang regulasi pasar tenaga kerja Indonesia yang masih memiliki hambatan struktural dalam menciptakan fleksibilitas tenaga kerja optimal, terutama terkait sistem upah dan perlindungan tenaga kerja, yang sering menghambat pertumbuhan sektor formal.
Peluang Keanggotaan OECD bagi Indonesia
Salah satu peluang utama keanggotaan OECD adalah peningkatan kredibilitas di mata investor global. Banyak perusahaan global masih ragu berinvestasi di Indonesia karena ketidakpastian regulasi, birokrasi yang rumit, dan kepastian hukum yang rendah. OECD menawarkan platform untuk memperkuat diplomasi ekonomi Indonesia. Keanggotaan OECD dapat memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perjanjian perdagangan internasional dan meningkatkan daya tawar dalam menetapkan kebijakan ekonomi global.
Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen serius dalam upaya transformasi menjadi negara maju dengan mempercepat akses ke OECD. Koordinasi dilakukan dengan berbagai kementerian dan lembaga, serta pejabat dan negara anggota OECD untuk mempersiapkan Memorandum Awal—tahap penting dalam proses aksesi—untuk Pertemuan Dewan Menteri OECD. Kunjungan kerja Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ke Paris pada Maret 2025 merupakan bukti komitmen tersebut. Beliau bertemu dengan Menteri Ekonomi, Keuangan, dan Kedaulatan Industri dan Digital Prancis, Eric Lombard; Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann; dan beberapa duta besar negara anggota OECD. 'Serangkaian pertemuan ini mencerminkan komitmen dan keseriusan Indonesia dalam bertransformasi menjadi negara maju, menerapkan reformasi struktural serius yang dibutuhkan dan sesuai dengan standar OECD,' ujarnya.
Dukungan terhadap aksesi Indonesia ke OECD juga datang dari berbagai pihak, termasuk Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR, Mardani Ali Sera.
Tantangan Reformasi Besar
Tantangan besar lainnya adalah reformasi perpajakan dan transparansi fiskal. Indonesia perlu menyesuaikan diri dengan standar OECD dalam sistem pajak global, termasuk kebijakan pajak minimum global. Reformasi ini dapat menjadi tantangan bagi Indonesia yang masih menghadapi rendahnya kepatuhan pajak dan ketergantungan tinggi pada pajak tidak langsung seperti PPN dan cukai. Tanpa persiapan yang matang, tekanan untuk meningkatkan standar pajak dapat membebani UMKM.
Aspek sosial dan politik juga perlu diperhatikan. Reformasi yang diperlukan tidak hanya berdampak pada bisnis, tetapi juga masyarakat. Risiko yang perlu diantisipasi adalah dampak kebijakan liberalisasi yang dapat memperlebar kesenjangan sosial. OECD menunjukkan bahwa reformasi ekonomi yang agresif tanpa mitigasi sosial dapat memperburuk kesenjangan pendapatan dan akses kelompok rentan terhadap layanan dasar, seperti pendidikan dan kesehatan. Indonesia perlu memastikan bahwa perlindungan sosial tetap menjadi prioritas utama.
Tidak semua negara yang bergabung dengan OECD langsung mendapatkan manfaat ekonomi yang signifikan. Contohnya, Meksiko dan Chili mengalami kesulitan dalam proses adaptasi setelah aksesi. Ini menjadi pelajaran penting bagi Indonesia: keanggotaan OECD bukan solusi instan, tetapi perjalanan panjang yang membutuhkan konsistensi dalam implementasi kebijakan.
Pertimbangan Geopolitik
Dari perspektif geopolitik, aksesi Indonesia ke OECD dapat menimbulkan dinamika baru dalam hubungan internasional. Indonesia selama ini berperan sebagai kekuatan ekonomi yang relatif independen. Bergbung dengan OECD, yang sebagian besar anggotanya adalah negara maju dari Eropa dan Amerika Utara, dapat dilihat sebagai langkah Indonesia untuk mendekat ke Barat. Hal ini dapat berdampak pada hubungan perdagangan dengan China, yang saat ini merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Indonesia perlu mengelola potensi ketegangan ini dengan strategi yang matang.
Indonesia perlu belajar dari Korea Selatan yang berhasil mengadopsi standar OECD dan memastikan reformasi selaras dengan situasi domestiknya, mempertahankan kebijakan industri strategis dan meningkatkan keterbukaan ekonomi. Indonesia harus menerapkan pendekatan serupa, di mana reformasi yang dilakukan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional dan tidak hanya mengikuti standar OECD secara membabi buta.
Kesimpulan
Akses ke OECD memiliki potensi besar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kredibilitas investasi, dan memperkuat diplomasi ekonomi Indonesia. Namun, ada juga risiko. Reformasi harus dipersiapkan secara matang agar tidak memicu efek samping yang dapat memperburuk kesenjangan sosial atau melemahkan daya saing sektor tertentu. Indonesia harus memastikan bahwa aksesi ini bukan hanya pencapaian diplomatik, tetapi langkah strategis untuk meningkatkan ekonomi nasional agar lebih maju dan berkelanjutan.