Terobosan UI: Program 'Sensory Bridge' Dukung Potensi Anak Autisme dengan Pendekatan Inovatif
Universitas Indonesia meluncurkan 'Sensory Bridge', program inovatif yang dirancang khusus untuk mendukung pengembangan potensi anak autisme melalui pendekatan sensoris yang menyenangkan dan inklusif.

Universitas Indonesia (UI) kembali menunjukkan komitmennya dalam pengembangan pendidikan inklusif dengan meluncurkan program 'Sensory Bridge'. Program ini secara khusus dirancang untuk mendukung potensi pengembangan anak autisme, menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan memberdayakan bagi mereka. Inisiatif ini digagas oleh Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI, yang berupaya menghadirkan inovasi dalam pendekatan sensoris.
Ketua Program Sensory Bridge, Dr. Retno Lestari, yang juga Dosen Departemen Biologi FMIPA UI, menjelaskan bahwa tujuan utama program ini adalah menciptakan ruang belajar yang tidak hanya aman dan nyaman, tetapi juga menyenangkan dan memberdayakan. Kegiatan ini berpusat di Depok dan telah melibatkan berbagai pihak untuk memastikan keberhasilannya. Pendekatan yang digunakan berfokus pada stimulasi sensorik melalui aktivitas interaktif.
Dalam pelaksanaannya, program ini melibatkan pelatihan pendampingan bersama Ketua Yayasan Rumah Terapi Putra Fitri, Ratna Komara Wangsih. Pelatihan ini bertujuan untuk membekali para pendamping dengan pengalaman dan pendekatan yang efektif dalam mendampingi anak-anak penyandang autisme. Edukasi semacam ini sangat penting untuk membuka perspektif masyarakat terhadap anak-anak dengan kebutuhan khusus, mengubah pandangan bahwa mereka bukan tidak mampu, melainkan hanya memerlukan metode dan pendekatan yang sesuai.
Pendekatan Inklusif Melalui Stimulasi Sensoris
Program 'Sensory Bridge' menghadirkan kegiatan interaktif yang dinamakan “Post to Post”. Kegiatan ini terdiri dari lima pos permainan sensoris yang diikuti oleh 19 anak penyandang autisme. Setiap pos dirancang secara cermat untuk menstimulasi respons sensorik anak dengan cara yang menyenangkan dan inklusif, memastikan bahwa setiap anak dapat berpartisipasi aktif dan merasakan manfaatnya.
Anak-anak diajak untuk mengenali aroma bahan alami, menebak suara hewan, mencicipi rasa, hingga menyentuh beragam tekstur. Permainan ini tidak hanya melatih indra mereka, tetapi juga membangun kepercayaan diri dan kemampuan interaksi. Fadlan dan Fadli, anak kembar berusia 10 tahun penyandang autisme, membagikan pengalaman positif mereka. Mereka merasa sangat bersemangat, terutama saat bermain tebak-tebakan suara hewan, yang menjadi favorit mereka.
Pengalaman Fadlan yang mampu menebak suara kucing, burung kakak tua, ayam, dan lembu menunjukkan efektivitas pendekatan ini. Kegiatan ini membuktikan bahwa dengan metode yang tepat, anak autisme dapat belajar dan berinteraksi secara optimal. Fokus pada pengalaman sensorik langsung membantu mereka memahami dunia di sekitar mereka dengan cara yang lebih konkret dan menyenangkan.
Edukasi dan Kolaborasi untuk Pemahaman Anak Autisme
Salah satu misi penting program 'Sensory Bridge' adalah mengedukasi masyarakat tentang potensi anak-anak dengan kebutuhan khusus. Ratna Komara Wangsih menekankan bahwa masih banyak persepsi yang kurang tepat di masyarakat. Menurutnya, anak-anak ini hanya memerlukan metode yang sesuai dan pendekatan yang tepat untuk berkembang. Edukasi seperti ini krusial untuk membuka perspektif dan menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi anak autisme.
Ke depannya, FMIPA UI berkomitmen untuk terus menghadirkan kegiatan pengabdian masyarakat yang inklusif, berkelanjutan, dan berdampak nyata. Program seperti 'Sensory Bridge' ini merupakan wujud nyata dari komitmen tersebut. Melalui kegiatan ini, UI menciptakan ruang kolaboratif antara akademisi dan masyarakat dalam mendampingi anak-anak dengan spektrum autisme, memastikan bahwa dukungan yang diberikan bersifat holistik dan berkelanjutan.
Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi erat antara sivitas akademika UI, khususnya Departemen Biologi FMIPA, dengan Yayasan Rumah Terapi Putra Fitri. Dukungan juga datang dari Direktorat Pengabdian Masyarakat dan Inovasi Sosial (DPIS) UI, menunjukkan sinergi antarlembaga dalam mewujudkan pendidikan inklusif. Kolaborasi ini menjadi kunci keberhasilan program dalam memberikan dampak positif yang signifikan bagi anak autisme dan keluarganya.