Terungkap! Eks Direktur Kemen ESDM Jadi Tersangka Baru Kasus Korupsi Tambang di Bengkulu
Kejati Bengkulu menetapkan mantan Direktur Kemen ESDM sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi tambang batu bara. Simak detail perannya yang mengejutkan!

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu kembali menunjukkan komitmennya dalam memberantas praktik korupsi di sektor pertambangan. Terbaru, mantan Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sunindyo Suryo Herdadi (SSH), resmi ditetapkan sebagai tersangka baru. Penetapan ini terkait kasus dugaan korupsi produksi dan eksplorasi pertambangan yang melibatkan PT Ratu Samban Mining (RSM).
Pengumuman penetapan tersangka SSH disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, di Gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Kamis (31/7). SSH, yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Inspektur Tambang pada Kementerian ESDM periode April 2022 hingga Juli 2024, kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Penetapan SSH sebagai tersangka menambah panjang daftar individu yang terlibat dalam skandal korupsi tambang ini. Kasus ini telah menimbulkan kerugian negara yang signifikan, tidak hanya dari aspek finansial tetapi juga kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan yang tidak sesuai prosedur. SSH kini ditahan sementara di Rutan Salemba Cabang Kejagung untuk proses hukum lebih lanjut.
Peran Krusial Eks Direktur Kemen ESDM dalam Korupsi Tambang
Sebagai mantan Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba, Sunindyo Suryo Herdadi memiliki kewenangan besar dalam proses persetujuan Rencana Kegiatan Anggaran Biaya (RKAB) Tahun 2023. RKAB ini diajukan oleh PT Ratu Samban Mining (RSM) sebagai syarat utama untuk operasi produksi berdasarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nomor 348. Hasil evaluasi RKAB menjadi komponen vital untuk mendapatkan persetujuan operasional perusahaan.
Namun, hasil penyidikan Kejati Bengkulu mengungkap fakta mengejutkan. Meskipun RKAB Tahun 2023 telah disetujui oleh Kementerian ESDM melalui Ditjen Minerba, dokumen rencana reklamasi di dalamnya belum mendapatkan persetujuan. Ini menjadi celah krusial yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait. PT RSM tetap melaksanakan operasi produksi pada tahun 2022-2023 tanpa menempatkan jaminan reklamasi pada bank, sebuah pelanggaran serius terhadap regulasi pertambangan.
Perbuatan SSH ini dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pemeriksaan terhadap SSH dilakukan di Jakarta karena domisilinya, menunjukkan kooperatifnya tersangka dalam proses hukum. Perannya dalam menyetujui RKAB tanpa memastikan jaminan reklamasi menjadi fokus utama penyidik dalam membongkar praktik korupsi tambang ini.
Kerugian Negara Fantastis dan Daftar Tersangka Lain
Kasus korupsi tambang yang melibatkan PT Ratu Samban Mining dan PT Tunas Bara Jaya ini telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar. Kepala Seksi Penyidikan Pidsus Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo, mengungkapkan bahwa kerugian negara mencapai lebih dari Rp500 miliar. Angka ini mencakup kerugian finansial akibat penjualan batu bara yang tidak benar serta kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan ilegal.
Sebelum penetapan SSH, Kejati Bengkulu telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus serupa. Mereka adalah individu-individu kunci yang diduga terlibat dalam jaringan korupsi ini. Daftar tersangka sebelumnya mencakup berbagai posisi strategis dalam perusahaan dan lembaga terkait:
- Imam Sumantri (Kepala Cabang PT Sucofindo Bengkulu)
- Edhie Santosa (Direktur PT Ratu Samban Mining)
- Bebby Hussy (Komisaris Tunas Bara Jaya)
- Saskya Hussy (General Manager PT Inti Bara Perdana)
- Julius Soh (Direktur Utama Tunas Bara Jaya)
- Agusman (Marketing PT Inti Bara Perdana)
- Sutarman (Direktur Tunas Bara Jaya)
- David Alexander (Komisaris PT Ratu Samban Mining)
Penetapan tersangka-tersangka ini menunjukkan keseriusan Kejati Bengkulu dalam menindak tegas praktik korupsi di sektor pertambangan yang merugikan negara dan lingkungan.
Latar Belakang Kasus dan Penanganan Hukum Berkelanjutan
Permasalahan izin usaha pertambangan (IUP) PT Ratu Samban Mining telah teridentifikasi bermasalah sejak tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa akar masalah dalam kasus ini sudah berlangsung cukup lama. Temuan adanya ketidakbenaran penjualan batu bara kemudian terungkap pada periode 2021 hingga 2022, mengindikasikan adanya praktik ilegal yang terus berlanjut selama bertahun-tahun.
Penanganan kasus ini oleh Kejati Bengkulu merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk membersihkan sektor pertambangan dari praktik korupsi. Dengan melibatkan mantan pejabat Kementerian ESDM, kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap proses perizinan dan operasional tambang. Diharapkan, penegakan hukum yang tegas ini dapat memberikan efek jera dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
Penyidikan terus berlanjut untuk mengungkap semua pihak yang terlibat dan memastikan bahwa semua kerugian negara dapat dipulihkan. Kejati Bengkulu berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini demi keadilan dan keberlanjutan lingkungan di Indonesia.