Terungkap! Rapat Agensi-Kemenag Sepakati Pembagian 50:50 Kuota Haji Tambahan, KPK Selidiki Dugaan Korupsi
KPK mengungkap rapat agensi haji dan Kemenag menyepakati pembagian 50:50 kuota haji tambahan. Dugaan korupsi dalam penentuan kuota haji ini sedang diselidiki, dengan kerugian negara mencapai Rp1 triliun.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini mengungkap adanya kesepakatan penting terkait pembagian kuota haji tambahan. Rapat tersebut melibatkan asosiasi agensi perjalanan haji dan sejumlah pejabat di Kementerian Agama (Kemenag). Kesepakatan ini membagi 20.000 kuota haji tambahan menjadi 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
Informasi ini disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Pengungkapan ini merupakan bagian dari penyidikan dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024. KPK tengah mendalami lebih lanjut mengenai detail kesepakatan tersebut.
Meskipun kesepakatan ini telah tercapai di tingkat bawah, Asep Guntur Rahayu menegaskan bahwa hal tersebut belum melibatkan penentu kebijakan tertinggi, seperti Menteri Agama. Pihak KPK terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian keuangan negara.
Detail Kesepakatan Pembagian Kuota Haji
Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa kesepakatan pembagian kuota haji tambahan ini terjadi melalui rapat internal. Rapat tersebut melibatkan perwakilan dari asosiasi agensi perjalanan haji dan pejabat Kemenag. Mereka akhirnya menyepakati alokasi 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
Dari sudut pandang asosiasi agensi perjalanan haji, alokasi 50 persen untuk kuota haji khusus dianggap sebagai angka tertinggi yang dapat diusahakan. Meskipun ada keinginan agar seluruh kuota tambahan masuk ke haji khusus, hal tersebut dinilai tidak mungkin. Kuota tambahan ini pada dasarnya bertujuan memangkas waktu tunggu jamaah haji reguler.
Pembagian ini menjadi sorotan utama dalam penyelidikan yang dilakukan oleh KPK. Kesepakatan ini terjadi pada level staf dan belum sampai ke tingkat Menteri Agama. KPK akan terus mendalami bagaimana keputusan ini bisa diambil dan siapa saja yang terlibat di dalamnya.
Proses Penyidikan KPK dan Potensi Kerugian Negara
KPK secara resmi memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kemenag tahun 2023-2024. Pengumuman penyidikan ini dilakukan pada 9 Agustus 2025. Sebelumnya, KPK telah meminta keterangan dari mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, pada 7 Agustus 2025.
Dalam perkembangannya, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp1 triliun. Angka fantastis ini menunjukkan skala dugaan korupsi yang sedang ditangani. KPK terus bekerja sama dengan BPK untuk mendapatkan angka kerugian negara yang pasti.
Sebagai bagian dari proses penyidikan, KPK juga telah mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri. Mereka adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khusus Yaqut atas nama Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik Maktour Fuad Hasan Masyhur. Pencegahan ini merupakan langkah awal untuk memastikan kelancaran proses hukum.
Sorotan DPR dan Inkonsistensi Aturan Kuota
Selain KPK, Pansus Angket Haji DPR RI juga mengklaim telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Titik poin utama yang disorot oleh pansus adalah perihal pembagian kuota 50:50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Kementerian Agama diketahui membagi kuota tambahan tersebut menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Pembagian ini menimbulkan pertanyaan besar. Hal tersebut dianggap tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Undang-undang tersebut secara jelas mengatur bahwa kuota haji khusus seharusnya sebesar 8 persen dari total kuota, sementara 92 persen dialokasikan untuk kuota haji reguler. Inkonsistensi antara praktik pembagian kuota dan ketentuan undang-undang ini menjadi dasar kuat bagi dugaan penyimpangan.
DPR dan KPK akan terus mendalami aspek ini untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan kuota haji. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa hak jamaah haji reguler tidak dirugikan oleh kebijakan yang tidak sesuai aturan.