Tiga WNA Didenda Rp6 Juta karena Daki Gunung Rinjani Ilegal saat Penutupan
Balai Taman Nasional Gunung Rinjani menindak tegas tiga WNA yang nekat mendaki gunung tersebut secara ilegal selama masa penutupan, dengan denda Rp6 juta dan larangan mendaki selama 5 tahun.

Petugas Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Nusa Tenggara Barat (NTB) berhasil menjaring tiga warga negara asing (WNA) yang melakukan pendakian ilegal di jalur Sembalun, tepatnya pada awal Ramadhan 1446 Hijriah, atau sekitar 2-3 Maret 2025. Kejadian ini terungkap berkat pemantauan kamera pengawas (CCTV) yang terpasang di Plawangan Sembalun. Mereka melanggar aturan penutupan jalur pendakian Gunung Rinjani yang diberlakukan mulai 1 Januari hingga 2 April 2025.
Kepala Balai TNGR NTB, Yarman, menjelaskan bahwa tindakan ilegal tersebut berdampak pada ekosistem Gunung Rinjani yang rapuh. Penutupan jalur pendakian rutin dilakukan setiap awal tahun untuk memberikan kesempatan bagi alam pulih dan meminimalisir risiko bencana hidrometeorologi seperti hujan lebat dan tanah longsor yang sering terjadi di musim hujan. "Rinjani bukan sekadar gunung, ia adalah rumah bagi keanekaragaman hayati yang rapuh," tegas Yarman, menekankan pentingnya tanggung jawab setiap pendaki dalam melindungi lingkungan.
Atas pelanggaran tersebut, ketiga WNA tersebut dikenai sanksi berupa "blacklist" pendakian selama lima tahun dan denda sebesar lima kali lipat tiket masuk normal, sesuai dengan PP No. 36 Tahun 2024 tentang PNBP. Total denda yang harus dibayarkan mencapai Rp6 juta ke Rekening Kas Negara. Mereka juga diwajibkan menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan serupa. "Mendaki bukan sekadar menaklukkan puncak, tetapi juga menaklukkan ego, termasuk menghormati aturan yang ada," tambah Yarman, mengingatkan pentingnya kepatuhan pada peraturan yang telah ditetapkan.
Pendakian Ilegal dan Sanksi yang Diterapkan
Para pendaki ilegal tersebut tertangkap kamera CCTV yang dipasang di Plawangan Sembalun. Keberadaan CCTV ini terbukti efektif dalam mengawasi aktivitas pendakian dan mencegah pelanggaran. Pengawasan ketat ini menjadi bagian penting dari upaya pelestarian alam dan keselamatan para pendaki.
Sanksi yang diberikan kepada ketiga WNA ini cukup berat, yaitu denda yang signifikan dan larangan mendaki selama lima tahun. Hal ini menunjukkan keseriusan Balai TNGR dalam menegakkan aturan dan melindungi kawasan Gunung Rinjani. Sanksi ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Selain denda dan larangan mendaki, ketiga WNA ini juga diwajibkan menandatangani surat pernyataan. Surat pernyataan ini menjadi bukti komitmen mereka untuk tidak mengulangi pelanggaran di masa mendatang. Hal ini juga menjadi bagian dari upaya edukasi dan peningkatan kesadaran akan pentingnya kepatuhan terhadap aturan pendakian.
Pentingnya Kepatuhan Terhadap Aturan Pendakian
Penutupan jalur pendakian Gunung Rinjani yang dilakukan setiap awal tahun bertujuan untuk pemulihan ekosistem dan keselamatan para pendaki. Musim hujan yang seringkali disertai bencana hidrometeorologi menjadi alasan utama penutupan ini.
Balai TNGR mengimbau kepada seluruh masyarakat dan pecinta alam untuk selalu mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. Kepatuhan terhadap aturan ini sangat penting untuk menjaga keamanan dan kenyamanan bersama, serta untuk melindungi kelestarian alam Gunung Rinjani.
Melalui kejadian ini, Balai TNGR menekankan pentingnya kesadaran dan tanggung jawab setiap individu dalam menjaga kelestarian alam. Pendakian harus dilakukan dengan bijak, cerdas, dan menghormati aturan yang ada, bukan hanya untuk kepuasan pribadi, tetapi juga untuk kebaikan bersama dan pelestarian lingkungan.
Dengan adanya sanksi tegas yang diberikan kepada para pendaki ilegal, diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk senantiasa mematuhi aturan yang berlaku dan turut serta menjaga kelestarian alam Gunung Rinjani untuk generasi mendatang. "Demi pemulihan ekosistem dan keselamatan bersama," pungkas Yarman.