Timur Tengah: Alternatif Kerja Sama Transisi Energi RI Pasca AS Keluar dari Perjanjian Paris
Direktur Celios, Bhima Yudhistira, menilai Timur Tengah berpotensi menjadi mitra baru Indonesia dalam transisi energi setelah Amerika Serikat menarik diri dari Perjanjian Paris, mengingat dukungan mereka terhadap proyek energi terbarukan di Indonesia dan.
Amerika Serikat keluar dari Perjanjian Paris, Indonesia cari alternatif. Keputusan Amerika Serikat (AS) untuk keluar dari Perjanjian Paris tentang perubahan iklim berdampak signifikan terhadap Indonesia, khususnya dalam hal pendanaan transisi energi. Hal ini disampaikan oleh Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, dalam wawancara Rabu lalu di Jakarta.
Timur Tengah sebagai solusi potensial. Bhima Yudhistira menyarankan agar Indonesia melirik Timur Tengah sebagai mitra potensial baru untuk kerja sama transisi energi. Wilayah tersebut dinilai memiliki potensi besar dan telah menunjukkan komitmennya melalui berbagai proyek kerja sama dengan Indonesia, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Waduk Cirata, Jawa Barat, hasil kerja sama dengan Uni Emirat Arab (UEA). Proyek ini bahkan direncanakan untuk diekspansi.
Ancaman terhadap JETP dan proyek energi terbarukan. Keputusan AS tersebut berdampak serius pada Kemitraan Transisi Energi yang Berkeadilan (JETP) di Indonesia, mengingat AS berperan sebagai pemimpin kemitraan ini. Indonesia membutuhkan pendanaan besar untuk pengembangan energi terbarukan dan pengurangan penggunaan PLTU batu bara, sesuai dengan komitmen Presiden Jokowi di G20. Kegagalan JETP dapat mengakibatkan hilangnya akses terhadap salah satu sumber pendanaan terbesar bagi transisi energi Indonesia, serta mengancam proyek-proyek yang sudah berjalan dan yang akan datang.
Dampak pada sektor transportasi dan ekspor nikel. Percepatan elektrifikasi di sektor transportasi juga terancam. Indonesia perlu mengantisipasi gejolak harga nikel dan baterai di pasar internasional. Kebijakan AS yang mendorong produksi migas domestik menimbulkan ancaman serius bagi ekspor nikel Indonesia, padahal Indonesia sedang berupaya memasukan nikel dan mineral hasil hilirisasi ke rantai pasok global, khususnya ke AS.
Mitigasi risiko: Pembatasan produksi nikel. Sebagai langkah mitigasi, Bhima menyarankan Indonesia untuk membatasi produksi bijih nikel dan menghentikan pembangunan smelter baru. Tujuannya adalah untuk menstabilkan harga nikel internasional hingga 2025, mencegah oversupply dan dampak negatif terhadap harga jual nikel olahan di pasar internasional.
Latar belakang keputusan AS. Presiden AS Donald Trump kala itu beralasan bahwa Perjanjian Paris tidak adil dan merugikan AS. Perjanjian Paris, yang diadopsi pada 2015 oleh 195 negara, bertujuan membatasi kenaikan suhu global hingga jauh di bawah 2 derajat Celcius, sebaiknya mendekati 1,5 derajat Celcius, dibandingkan tingkat pra-industri.
Kesimpulan: Pentingnya diversifikasi kerjasama. Keluarnya AS dari Perjanjian Paris menggarisbawahi pentingnya bagi Indonesia untuk mendiversifikasi kerja sama internasional, khususnya dalam transisi energi. Timur Tengah, dengan rekam jejak kerjasama yang baik dan komitmen terhadap energi terbarukan, muncul sebagai alternatif yang potensial untuk mengatasi tantangan ini dan mengamankan masa depan energi Indonesia.