Keputusan AS Keluar dari Perjanjian Paris Tak Pengaruhi Pendanaan JETP Indonesia
Kementerian ESDM memastikan bahwa keputusan Amerika Serikat untuk keluar dari Perjanjian Paris tidak akan mempengaruhi pendanaan program transisi energi berkeadilan (JETP) di Indonesia, yang didominasi oleh investasi dari negara-negara Asia.

Jakarta, 30 Januari 2024 - Pengumuman resmi Amerika Serikat (AS) yang keluar dari Perjanjian Iklim Paris mengejutkan banyak pihak. Namun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia menyatakan bahwa hal ini tidak akan berdampak signifikan terhadap pendanaan program Just Energy Transition Partnership (JETP) di Indonesia.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa pendanaan JETP sebagian besar berasal dari negara-negara Asia, terutama Jepang. Investasi dari AS untuk proyek ini relatif kecil. Pernyataan ini disampaikan usai menghadiri acara "Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Tantangan dan Peluang di Era Baru" di Jakarta.
Eniya menekankan bahwa perkembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia tetap menunjukkan tren positif, terlepas dari pergantian partai yang berkuasa di AS. Bahkan, peningkatan pemanfaatan EBT telah terjadi sejak tahun 2017, melewati periode pemerintahan Donald Trump yang juga sempat menarik AS dari Perjanjian Paris.
Ia menambahkan bahwa program JETP, yang antara lain mencakup pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), didanai secara besar-besaran oleh negara-negara Asia. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen global terhadap transisi energi di Indonesia tetap kuat.
Sebelumnya, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, sempat menyatakan kekhawatiran terkait dampak keluarnya AS dari Perjanjian Paris terhadap pengembangan EBT di Indonesia. Ia menyoroti tingginya biaya pengembangan EBT dibandingkan energi fosil, dan potensi berkurangnya dukungan pendanaan internasional.
Meskipun demikian, Indonesia tetap berkomitmen terhadap pengembangan EBT sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dan upaya menjaga kualitas udara. Komitmen ini tetap teguh meskipun terdapat tantangan pendanaan.
PBB telah mengkonfirmasi pengunduran diri resmi AS dari Perjanjian Paris pada 28 Januari 2024. Perjanjian yang diadopsi pada 2015 oleh 195 negara ini bertujuan membatasi peningkatan suhu global hingga jauh di bawah 2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri.
Kesimpulannya, meskipun AS keluar dari Perjanjian Paris, hal tersebut tampaknya tidak akan secara signifikan mempengaruhi pendanaan dan pelaksanaan program JETP di Indonesia. Komitmen Indonesia terhadap transisi energi tetap kuat, didukung oleh investasi dan kerjasama dari negara-negara Asia.