Trumpisme: Paham yang Mengguncang Tata Dunia Global
Kebijakan-kebijakan Donald Trump, yang dirangkum sebagai 'Trumpisme', telah memicu transformasi besar lanskap global, menandai berakhirnya era globalisasi dan mendorong perpecahan internasional.

Presiden AS Donald Trump, melalui kebijakan-kebijakannya yang kontroversial, telah memicu perubahan besar dalam lanskap global. Perdana Menteri Inggris Raya, Keir Starmer, menyatakan bahwa "dunia seperti yang kita tahu telah berubah", sementara Sekretaris Utama Kementerian Keuangan Inggris, Darren Jones, bahkan mengakui bahwa "Globalisasi, seperti yang telah kita kenal selama beberapa dekade terakhir, telah berakhir". Perubahan ini ditandai dengan pergeseran dari globalisasi menuju nasionalisme, sebuah paham yang dikenal sebagai 'Trumpisme'.
Trumpisme, sebagai suatu paham, mencakup berbagai elemen kunci. Salah satunya adalah nasionalisme populis, yang diwujudkan dalam retorika 'America First'. Trump memprioritaskan kepentingan bisnis dan pekerja AS di atas kepentingan global, menyalahkan faktor eksternal atas permasalahan ekonomi domestik AS. Hal ini terlihat dalam pengenaan tarif global dan penarikan diri dari berbagai perjanjian internasional seperti Kesepakatan Iklim Paris dan Kemitraan Trans-Pasifik.
Kebijakan-kebijakan Trump juga menunjukkan sentimen anti-globalisasi yang kuat, ditandai dengan kritik terhadap lembaga internasional dan perjanjian multilateral. Bahkan, Elon Musk, pendukung utama Trump, menyatakan dukungannya terhadap gagasan AS keluar dari PBB. Trumpisme juga ditandai dengan sikap tegas terhadap imigran, kontrol imigrasi yang ketat, dan kebijakan yang membatasi pencari suaka, termasuk larangan perjalanan dari beberapa negara mayoritas Muslim.
Elemen-Elemen Utama Trumpisme
Selain anti-globalisasi dan nasionalisme populis, Trumpisme juga memiliki beberapa elemen penting lainnya. Trumpisme menampilkan sikap tegas dalam penegakan hukum dan ketertiban, meskipun ironisnya mengurangi anggaran untuk pelayanan veteran. Sikap anti-political correctness juga menjadi ciri khas, dengan Trump sering menggunakan bahasa provokatif dan menghina lawan politiknya.
Trumpisme juga ditandai oleh munculnya kultus kepribadian terhadap Trump, menciptakan citra 'orang kuat' yang berpotensi mengabaikan peran sebagai 'pelayan rakyat'. Keputusan politik yang transaksional, didasarkan pada keuntungan ekonomi semata, juga menjadi ciri khas. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan melebarnya polarisasi di masyarakat, xenofobia, dan kerusakan norma demokrasi.
Para kritikus berpendapat bahwa Trumpisme merusak kepercayaan pada lembaga-lembaga tradisional dan berkontribusi pada kecenderungan otoritarianisme. Meskipun Trump telah meninggalkan jabatannya, dampak Trumpisme diperkirakan akan terus berlanjut, dengan banyak politisi yang mengadopsi ide-ide serupa. Beberapa pakar bahkan membandingkan Trumpisme dengan era kolonial, mencatat kemiripannya dengan kebijakan-kebijakan abad ke-19 yang menguntungkan orang kaya dan merugikan program sosial.
Dampak Trumpisme terhadap Tata Dunia
Ahmet Davotoglu, mantan PM Turki, dalam artikelnya 'Trump's Old World Order', menyatakan bahwa Trumpisme telah mengguncang fondasi sistem multilateral yang dibangun selama berabad-abad. Tindakan Trump yang sering kali tidak terkendali dan pendekatan despotik terhadap konflik internasional menunjukkan era ketidakpastian yang mendalam. Davotoglu juga mencatat bahwa Trump telah melanggar berbagai perjanjian dan komitmen internasional, menunjukkan tujuan untuk membongkar tatanan global yang ada.
Sasha Abramsky, penulis dan dosen di Universitas California Davis, menambahkan bahwa Trumpisme berpotensi mencetuskan kembali imperialisme dan kolonialisme. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengingat prinsip Alinea I Pembukaan UUD 1945 yang menolak penjajahan. Kesimpulannya, Trumpisme telah dan akan terus menimbulkan dampak yang signifikan terhadap lanskap global, menandai perubahan besar dalam tatanan dunia internasional dan menimbulkan berbagai tantangan bagi masa depan.