Vasektomi: Solusi KB Pria, Gerbang Kesetaraan Pengasuhan dalam Keluarga?
Maman Suparman, Kepala Desa Cidenok, menjalani vasektomi untuk meringankan beban istri dan mendorong kesetaraan pengasuhan anak, sebuah langkah yang perlu dikampanyekan luas di Indonesia.

Maman Suparman (46), Kepala Desa Cidenok, Majalengka, Jawa Barat, mengambil keputusan berani dengan menjalani vasektomi. Keputusan ini didorong oleh rasa sayang kepada istrinya yang pernah mengalami dua kali keguguran dan kesadaran akan pentingnya peran ayah dalam pengasuhan anak. Ia percaya bahwa dua anak sudah cukup, asalkan dapat dibesarkan dengan layak, dan vasektomi menjadi bukti komitmennya dalam membagi tanggung jawab pengasuhan secara setara.
Keputusan Kuwu Maman, sapaan akrabnya, menjadi contoh bagi warga desanya. Ia ingin menepis anggapan bahwa vasektomi membuat pria menjadi lemah dan sekaligus menunjukkan bahwa ayah yang bertanggung jawab tak hanya hadir secara finansial, tetapi juga emosional dalam mendukung istri dan anak-anaknya. Setelah menjalani prosedur vasektomi, ia merasa bugar dan tak mengalami keluhan berarti.
Langkah Kuwu Maman ini menjadi sorotan karena angka vasektomi di Indonesia masih sangat rendah, di bawah satu persen. Hal ini menunjukkan bahwa beban kontrasepsi masih lebih banyak dipikul perempuan. Padahal, vasektomi merupakan metode kontrasepsi yang efektif dan aman, dengan tingkat keberhasilan mencapai 99 persen, menurut Dokter Spesialis Urologi RSHS Bandung, Ricky Adriansjah.
Meringankan Beban Istri dan Meningkatkan Kesetaraan Gender
Rendahnya angka vasektomi di Indonesia menjadi perhatian serius. Berdasarkan Pendataan Keluarga (PK) 2024, prevalensi metode operasi pria (MOP) hanya 0,13 persen, turun dari 0,25 persen di tahun 2022. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan metode kontrasepsi lain seperti suntik, pil, implan, dan IUD. Perempuan yang menggunakan metode operasi wanita (MOW) pun tercatat sebesar 2,7 persen.
Banyak perempuan yang mengalami keluhan akibat penggunaan kontrasepsi, seperti nyeri menstruasi atau alergi. Batas reproduksi sehat perempuan di usia 35 tahun juga menjadi pertimbangan penting dalam mendorong kesadaran akan vasektomi. Kemendukbangga/BKKBN menargetkan 2.000 akseptor vasektomi pada April 2025 dalam rangka memperingati Hari Kartini, sebuah upaya untuk meningkatkan prevalensi metode kontrasepsi ini.
Dokter Ricky Adriansjah menjelaskan bahwa vasektomi tidak mengurangi keperkasaan pria, bahkan beberapa penelitian menunjukkan peningkatan libido. Dari segi kesehatan, vasektomi juga memiliki efek samping yang minimal. Ia menekankan pentingnya vasektomi sebagai pilihan bagi suami yang istrinya memiliki kendala dalam menggunakan metode kontrasepsi lain.
Meskipun demikian, penting untuk tetap waspada terhadap potensi pendarahan atau infeksi, yang kemungkinannya sangat kecil. Pemerintah mendukung program vasektomi dengan memberikan kompensasi sebesar Rp450.000 kepada para akseptor.
Pengasuhan Anak yang Setara: Peran Ayah yang Tak Tergantikan
Data UNICEF 2021 menunjukkan sekitar 20,9 persen anak di Indonesia tidak memiliki figur ayah. Survei BPS pada tahun yang sama menunjukkan hanya 37,17 persen anak usia 0-5 tahun dibesarkan oleh kedua orang tua secara bersamaan. Hal ini menjadi latar belakang pentingnya Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), sebuah program Kemendukbangga/BKKBN untuk mengatasi fenomena kurangnya kehadiran ayah dalam pengasuhan.
GATI menawarkan berbagai program, termasuk konseling melalui web Siapnikah dan Satyagatra, pendekatan berbasis komunitas, program Desa/Kelurahan Ayah Teladan, dan program Sekolah Bersama Ayah. Vasektomi diharapkan menjadi langkah awal bagi ayah untuk lebih terlibat dalam pengasuhan anak, mengurangi beban reproduksi pada perempuan, dan menciptakan pengasuhan yang lebih seimbang.
Namun, peran ayah tak berhenti pada vasektomi. Ayah perlu hadir secara emosional, misalnya dengan meluangkan waktu untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak-anaknya. Orang tua juga perlu belajar menyesuaikan cara berkomunikasi dengan anak-anak generasi Z dan Alpha. Dukungan sistemik, seperti kebijakan cuti ayah yang lebih panjang, penyediaan daycare yang memadai, dan jaminan sosial kesehatan, juga sangat penting.
Meningkatkan kesadaran KB pada laki-laki merupakan langkah krusial untuk memutus rantai patriarki. Namun, hal ini harus diimbangi dengan dukungan perempuan dan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender. Menerima laki-laki yang berperan sebagai bapak rumah tangga sebagai bentuk kesetaraan pengasuhan, dan mendukung perempuan yang berkarier sambil mengurus rumah tangga, adalah hal yang sama pentingnya.