Visi Ajukan Uji Materiil UU Hak Cipta: Lindungi Ekosistem Musik Indonesia
Gerakan Satu Visi, yang terdiri dari 29 musisi, mengajukan uji materiil UU Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi untuk melindungi ekosistem musik Indonesia dan memastikan kesejahteraan para pelaku industri.

Jakarta, 19 Maret 2025 - Polemik di industri musik Indonesia mendorong Gerakan Satu Visi, sebuah inisiatif yang digawangi oleh 29 penyanyi dan pencipta lagu, untuk mengajukan uji materiil terhadap Undang-Undang Hak Cipta. Langkah ini bertujuan melindungi ekosistem musik nasional dan memastikan kesejahteraan para musisi. Para musisi merasa pasal-pasal dalam UU Hak Cipta yang berlaku saat ini belum sepenuhnya melindungi hak-hak mereka.
Armand Maulana, vokalis Gigi dan Ketua Umum Visi, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap situasi yang kian memanas. "Banyak pasal yang belum bisa melindungi kami sepenuhnya," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta. Ia menjelaskan bahwa kontroversi dan pertentangan yang terjadi di antara musisi disebabkan oleh peraturan yang membingungkan dan menimbulkan multitafsir. Kondisi ini, menurut Armand, mengancam keberlangsungan ekosistem musik Indonesia.
Ketidakjelasan aturan, khususnya mengenai pembagian royalti antara pencipta lagu dan penyanyi, menjadi salah satu permasalahan utama. Bunga Citra Lestari, salah satu anggota Visi, menuturkan adanya multitafsir dalam pasal-pasal UU Hak Cipta yang memicu tuntutan royalti yang tidak sesuai aturan. Hal senada disampaikan Iga Massardi yang menekankan pentingnya kepatuhan terhadap hukum yang berlaku secara adil dan tidak diskriminatif. "Jangan sampai masalah personal mengganggu ekosistem dan dijadikan dasar peraturan yang berlaku untuk semua," tegas Iga.
Permasalahan Performing Rights dan Pembagian Royalti
Judika, penyanyi kenamaan Indonesia, menambahkan bahwa aturan dalam UU Hak Cipta sangat krusial bagi profesi penyanyi, terutama terkait performing rights dan royalti. Ia berharap pemerintah, khususnya Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), dapat merevisi aturan agar lebih adil dan memberikan dampak positif bagi ekonomi musisi, baik pencipta maupun penyanyi.
Ariel Noah, sebagai anggota Visi, menjelaskan alasan pengajuan uji materiil. "Sebagai warga negara, kami memiliki hak konstitusional untuk mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi. Harapannya, situasi yang masih abu-abu ini menjadi lebih jelas," kata Ariel.
Gerakan Satu Visi secara resmi telah mengajukan uji materiil terhadap lima pasal dalam UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 pada 10 Maret 2025. Pasal-pasal tersebut adalah pasal 9 ayat (3), pasal 23 ayat (6), pasal 81, pasal 87 ayat (1), dan pasal 113 ayat (2). Fokus utama adalah memperjelas mekanisme performing rights yang melibatkan banyak pihak dan tidak boleh mengabaikan hak pencipta.
Harapan untuk Ekosistem Musik yang Lebih Baik
Pengajuan uji materiil ini diharapkan dapat mendorong pemerintah untuk memperjelas isi pasal-pasal yang dianggap ambigu. Tujuannya adalah menciptakan ekosistem musik yang lebih proporsional, di mana setiap karya yang dipopulerkan dapat memberikan hak ekonomi yang adil bagi pencipta dan penyanyi.
Panji Prasetyo, kuasa hukum Visi, menyatakan bahwa langkah ini terpaksa dilakukan karena pemerintah, khususnya DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual), belum tegas dalam menegakkan aturan yang ada. "Seharusnya, situasi yang rumit ini tidak akan terjadi jika pemerintah lebih tegas," ujarnya.
Dengan diajukannya uji materiil ini, Gerakan Satu Visi berharap Mahkamah Konstitusi dapat memberikan kepastian hukum yang melindungi hak-hak para musisi dan menciptakan ekosistem musik Indonesia yang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan. Langkah ini merupakan upaya kolektif untuk memastikan bahwa karya-karya musik Indonesia mendapatkan apresiasi dan penghargaan yang layak.