Wakapolres Pulau Taliabu Dicopot Usai Tersandung Kasus Perselingkuhan
Kompol S, Wakapolres Pulau Taliabu, dicopot dari jabatannya setelah diduga berselingkuh dengan oknum anggota DPRD Maluku Utara, AYM alias Agriati, kasus yang diungkap putrinya di media sosial.

Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) Pulau Taliabu, Maluku Utara, Kompol S, dicopot dari jabatannya. Pencopotan ini diumumkan Polda Maluku Utara menyusul viralnya unggahan putri Kompol S, Diny Apriliani Eka Putri, yang membongkar dugaan perselingkuhan ayahnya dengan oknum anggota DPRD Maluku Utara, berinisial AYM alias Agriati. Kasus ini melibatkan berbagai pihak dan memicu demonstrasi di depan Mapolda Maluku Utara.
Kabid Humas Polda Maluku Utara, Kombes Pol Bambang Suharyono, membenarkan pencopotan Kompol S. Jabatan Wakapolres kini diisi oleh Kompol Sinar Syamsu dari Itwasda Polda Maluku Utara. Pencopotan ini terjadi setelah aksi demonstrasi Aliansi Front Solidaritas Anti Kekerasan yang menuntut Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol Midi Siswoko, untuk segera menindak tegas Kompol S atas dugaan perselingkuhan tersebut.
Kasus ini bermula dari unggahan Diny Apriliani Eka Putri di media sosial. Ia mengunggah rekaman percakapan ayahnya dengan Agriati, disertai surat terbuka kepada Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, meminta agar kadernya yang diduga terlibat ditindak. Ironisnya, Agriati kemudian melaporkan Diny atas dugaan pencemaran nama baik.
Tuduhan Pencemaran Nama Baik dan Tekanan Psikologis
Koordinator aksi demonstrasi, Rian, menanggapi laporan Agriati terhadap Diny. Ia menekankan bahwa tuduhan pencemaran nama baik harus diuji berdasarkan fakta. Pasal 310 dan 311 KUHP serta Pasal 27 ayat (3) UU ITE, menurut Rian, tidak boleh digunakan untuk membungkam kebenaran. Ia menegaskan bahwa jika informasi yang disampaikan Diny terbukti benar, maka itu bukan pencemaran nama baik.
Dampak dari kasus ini sangat signifikan bagi Diny. Ia mengalami tekanan mental yang berat dan harus menjalani perawatan psikiater setiap minggu. Ibunya juga menerima ancaman dari pihak-pihak yang merasa dirugikan. Rian menyoroti bahwa kasus ini bukan hanya masalah moral pribadi, tetapi juga mencerminkan ketidakadilan dalam sistem hukum dan sosial.
Rian mempertanyakan bagaimana seorang pejabat tinggi kepolisian yang seharusnya menjadi teladan justru diduga terlibat dalam skandal yang menghancurkan kehidupan orang lain. Selain itu, integritas Agriati sebagai anggota Komisi II DPRD Maluku Utara yang memiliki program pembangunan dan pemerataan bagi perempuan dan anak juga dipertanyakan.
Pencopotan Kompol S dan Pergantian Jabatan
Polda Maluku Utara bertindak cepat dengan mencopot Kompol S dari jabatannya sebagai Wakapolres Pulau Taliabu. Hal ini dilakukan setelah adanya tekanan publik dan demonstrasi yang menuntut pertanggungjawaban atas dugaan perselingkuhan tersebut. Kompol Sinar Syamsu dari Itwasda Polda Maluku Utara ditunjuk sebagai pengganti Kompol S.
Pencopotan ini menunjukkan komitmen Polda Maluku Utara dalam menangani kasus ini dan menjaga citra institusi kepolisian. Langkah ini diharapkan dapat memberikan rasa keadilan bagi semua pihak yang terlibat dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Proses hukum terkait kasus ini masih terus berlanjut.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat publik dan menimbulkan pertanyaan mengenai integritas dan etika di lingkungan pemerintahan dan kepolisian. Perkembangan selanjutnya dari kasus ini akan terus dipantau dan dilaporkan.
Peristiwa ini juga menimbulkan diskusi publik tentang pentingnya transparansi dan akuntabilitas pejabat publik, serta perlindungan bagi korban dari tekanan dan ancaman.
Kesimpulan
Kasus perselingkuhan yang melibatkan Wakapolres Pulau Taliabu, Kompol S, dan oknum anggota DPRD Maluku Utara, AYM alias Agriati, telah berdampak luas. Pencopotan Kompol S dari jabatannya dan berbagai reaksi publik menunjukkan pentingnya integritas dan akuntabilitas di lingkungan pemerintahan dan kepolisian. Kasus ini juga menyoroti pentingnya perlindungan bagi korban dan pengungkapan kebenaran tanpa tekanan.