Sidang Etik Menanti Eks Wakapolres Taliabu, Kompol SJ: Dugaan Perselingkuhan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Mantan Wakapolres Pulau Taliabu, Kompol SJ, menghadapi sidang etik terkait dugaan perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga, setelah putrinya membongkar kasus tersebut di media sosial.

Mantan Wakapolres Pulau Taliabu, Kompol SJ, tengah menghadapi proses hukum dan etik setelah tersandung dugaan perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kasus ini mencuat ke publik setelah putrinya, Dini, mengunggah bukti-bukti dugaan perselingkuhan ayahnya dengan seorang anggota DPRD Maluku Utara berinisial AYM di media sosial pada 21 Februari 2025. Unggahan tersebut langsung viral dan memicu reaksi luas dari masyarakat.
Berbagai pihak telah dimintai keterangannya, termasuk saksi ahli. Kabid Humas Polda Maluku Utara, Kombes Pol Bambang Suharyono, menyatakan bahwa proses pemeriksaan saksi ahli telah selesai dan saat ini tim Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Maluku Utara tengah fokus pada proses pemberkasan dan pembentukan komisi sidang etik. "Keterangan dari saksi ahli sudah diperoleh. Saat ini kami tinggal menunggu proses pemberkasan dan pembentukan komisi yang akan memimpin sidang," ujar Bambang.
Selain dugaan perselingkuhan, Kompol SJ juga dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Malut atas dugaan KDRT terhadap istrinya, Novia Wulandari Amra. Laporan tersebut tercatat dengan nomor: STPLP/25/III/2025/SPKT/Polda Maluku Utara tertanggal 19 Maret 2025. Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan seorang perwira polisi dan berdampak pada citra institusi Polri.
Dugaan Perselingkuhan dan Reaksi Publik
Dugaan perselingkuhan Kompol SJ dengan anggota DPRD Malut berinisial AYM menjadi pemicu utama kasus ini. Dini, putri Kompol SJ, dalam unggahannya di media sosial, tidak hanya mengungkapkan kekecewaannya, tetapi juga meminta Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk memecat ayahnya dari institusi Polri. Ia juga mendesak Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia, untuk mencopot AYM dari keanggotaan DPRD.
Aksi Dini tersebut mendapat dukungan dari berbagai kalangan masyarakat. Banyak yang mengapresiasi keberaniannya dalam membongkar dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh ayahnya. Di sisi lain, kasus ini juga memicu perdebatan mengenai etika dan profesionalisme di lingkungan kepolisian dan pemerintahan.
Sebagai respons atas viralnya kasus ini, Polda Maluku Utara menjatuhkan sanksi penempatan khusus (Patsus) selama 14 hari tanpa jabatan di Polres Ternate kepada Kompol SJ. Selanjutnya, Kompol SJ dicopot dari jabatannya sebagai Wakapolres Pulau Taliabu dan posisinya kini diisi oleh Kompol Sinar Syamsu dari Itwasda Polda Malut.
Proses Hukum dan Etik yang Berjalan
Saat ini, fokus utama tertuju pada sidang etik yang akan digelar oleh Bidpropam Polda Maluku Utara. Proses pemberkasan dan pembentukan komisi sidang etik sedang berlangsung. Hasil sidang etik ini akan menentukan sanksi yang akan dijatuhkan kepada Kompol SJ. Kombes Pol Bambang Suharyono mengingatkan seluruh anggota Polda Malut agar menjadikan kasus ini sebagai pelajaran penting, karena sesuai komitmen Kapolda, setiap pelanggaran akan ditindak sesuai aturan.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum. Publik berharap agar proses hukum dan etik berjalan secara adil dan transparan, serta memberikan efek jera bagi para pelaku pelanggaran.
Selain itu, kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya menjaga martabat dan integritas institusi Polri. Kepercayaan publik terhadap Polri sangat bergantung pada tindakan tegas dan konsisten dalam menangani kasus pelanggaran etik yang dilakukan oleh anggotanya.
Dampak dan Pelajaran dari Kasus Kompol SJ
Kasus Kompol SJ memberikan dampak yang signifikan, baik bagi institusi Polri maupun bagi masyarakat luas. Keberanian Dini dalam membongkar kasus tersebut telah memicu perdebatan publik tentang transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum di Indonesia. Kasus ini juga menjadi sorotan media nasional dan internasional.
Penting bagi institusi Polri untuk mengambil pelajaran dari kasus ini. Penguatan internal dan pengawasan yang ketat sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran etik di masa mendatang. Selain itu, edukasi dan pelatihan etika bagi anggota Polri juga perlu ditingkatkan secara berkala.
Kasus ini juga menjadi pengingat bagi semua pihak untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan bermasyarakat. Integritas dan kejujuran harus menjadi prinsip utama dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab di berbagai sektor, termasuk di lingkungan kepolisian dan pemerintahan.
Kesimpulannya, kasus Kompol SJ merupakan contoh nyata pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum. Proses hukum dan etik yang sedang berjalan diharapkan dapat memberikan keadilan dan efek jera, serta menjadi pelajaran berharga bagi institusi Polri dan masyarakat Indonesia.