Wamen PU Ungkap Strategi Atasi Banjir Jakarta-Jabar: Struktural dan Nonstruktural
Wakil Menteri PU Diana Kusumastuti memaparkan strategi pengendalian banjir Jakarta-Jabar melalui pendekatan struktural dan nonstruktural, termasuk pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat.

Banjir yang kerap melanda Jakarta dan Jawa Barat (Jabar) mendorong pemerintah untuk menerapkan strategi pengendalian banjir yang komprehensif. Wakil Menteri Pekerjaan Umum (Wamen PU), Diana Kusumastuti, pada Senin, 17 Maret, di Jakarta, menjelaskan bahwa upaya pengendalian banjir dilakukan melalui dua pendekatan utama: struktural dan nonstruktural. Langkah-langkah ini melibatkan berbagai kementerian dan pemerintah daerah untuk mengatasi masalah yang kompleks ini.
Pendekatan struktural meliputi pembangunan infrastruktur yang bertujuan untuk mengurangi dampak banjir secara langsung. Beberapa proyek yang disebutkan termasuk pembangunan tanggul, dua bendungan kering (dry dam) di Sukamahi dan Ciawi, Kabupaten Bogor, serta proyek Sodetan Ciliwung berupa terowongan sepanjang 1.268 meter. Selain itu, pengendalian banjir juga dilakukan pada sejumlah sungai di Jawa Barat.
Namun, pembangunan infrastruktur saja tidak cukup. Oleh karena itu, pendekatan nonstruktural juga dijalankan. Pendekatan ini berfokus pada pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan lingkungan. Contohnya adalah pemberdayaan Komunitas Peduli Sungai, pengaturan perizinan pemanfaatan sempadan sungai, dan yang terpenting, pembersihan sampah di prasarana pengendali banjir. "Yang juga tidak kalah penting adalah pengendalian sampah di daratan atau sebelum masuk ke sungai," tegas Diana Kusumastuti, menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak, termasuk pemerintah daerah, dalam mengatasi masalah sampah yang menyumbat aliran sungai.
Infrastruktur dan Pengendalian Sampah: Kunci Utama Penanggulangan Banjir
Pembangunan infrastruktur seperti tanggul dan bendungan merupakan bagian penting dari strategi struktural. Bendungan kering Sukamahi dan Ciawi di Kabupaten Bogor, misalnya, dirancang untuk menampung debit air hujan yang berlebihan, mengurangi risiko banjir di daerah hilir. Proyek Sodetan Ciliwung juga diharapkan dapat mengurangi beban aliran air di Sungai Ciliwung, yang kerap meluap saat musim hujan.
Namun, pembangunan infrastruktur harus diimbangi dengan upaya nonstruktural. Pengendalian sampah, seperti yang ditekankan oleh Wamen PU, merupakan kunci utama. Sampah yang menumpuk di sungai menyumbat aliran air dan memperparah dampak banjir. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah sangat penting untuk memastikan pengelolaan sampah yang efektif.
Selain itu, pemberdayaan Komunitas Peduli Sungai juga berperan penting. Komunitas ini dapat berperan aktif dalam menjaga kebersihan sungai dan mengawasi aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan sungai. Perizinan pemanfaatan sempadan sungai juga perlu diatur dengan ketat untuk mencegah pembangunan yang tidak terkendali di sekitar sungai.
Kerjasama Antar Kementerian dan Pemerintah Daerah
Koordinasi antar kementerian dan pemerintah daerah sangat krusial dalam pelaksanaan strategi pengendalian banjir ini. Kementerian PUPR bekerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mematangkan rencana aksi pengendalian banjir di wilayah Jabodetabek. Hal ini terlihat dalam rapat koordinasi yang melibatkan Wakil Menteri PU Diana Kusumastuti, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, dan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi.
Dalam rapat tersebut, disepakati bahwa bangunan yang berdiri di atas wilayah sungai, termasuk badan dan sempadan sungai di Jabar, akan ditertibkan. Kementerian ATR/BPN telah mengidentifikasi 124 bidang tanah dan bangunan di kawasan bantaran Sungai Bekasi, yang akan disinkronkan dengan data dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane. Langkah ini bertujuan untuk pengendalian banjir di wilayah Bekasi dan Bogor secara komprehensif dalam jangka menengah.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi menyatakan bahwa Pemprov Jabar akan segera membuat kerangka acuan kegiatan pembebasan lahan di wilayah sungai. Langkah ini dianggap sebagai langkah maju dalam penanganan banjir di Jawa Barat. Kerjasama yang erat antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci keberhasilan dalam mengatasi masalah banjir yang kompleks ini.
Selain itu, Wamen PU juga berharap agar pengendalian banjir juga mencakup pelestarian situ-situ, serta penyelamatan alih fungsi lahan sawah irigasi dan bendungan dalam rangka swasembada pangan. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pengendalian banjir tidak hanya berfokus pada infrastruktur, tetapi juga pada aspek lingkungan dan ketahanan pangan.
Kesimpulannya, pengendalian banjir di Jakarta dan Jabar membutuhkan pendekatan terpadu yang melibatkan pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan kerjasama yang erat antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan strategi struktural dan nonstruktural yang komprehensif, diharapkan masalah banjir dapat diatasi secara efektif dan berkelanjutan.