Wamenkumham Tinjau Lapas Cirebon: Evaluasi Kebijakan Hukum dan Nasib Napi
Wakil Menteri Hukum dan HAM meninjau Lapas Cirebon untuk mengevaluasi kebijakan hukum, khususnya terkait penanganan narapidana, termasuk kemungkinan amnesti, rehabilitasi pengguna narkoba, dan penanganan napi dengan gangguan jiwa.
Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Wamenkumham) RI, Otto Hasibuan, melakukan kunjungan kerja ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cirebon pada Jumat, 7 Juli 2023. Tujuan kunjungan ini adalah untuk mengumpulkan data dan bahan kajian guna mengevaluasi sejumlah kebijakan hukum, terutama yang berkaitan dengan penanganan narapidana.
Evaluasi Kebijakan Penanganan Narapidana
Kunjungan Wamenkumham ke Lapas Cirebon difokuskan pada beberapa isu krusial. Salah satu fokus utama adalah rencana penerapan amnesti, khususnya bagi narapidana lanjut usia. "Hari ini kami datang untuk melihat langsung kondisi lapas dan mengevaluasi beberapa kebijakan, termasuk overkapasitas, dan kemungkinan amnesti bagi napi tertentu," ujar Otto Hasibuan.
Selain amnesti, evaluasi juga menyoroti kebijakan rehabilitasi bagi pengguna narkoba. Data menunjukkan bahwa sekitar 55 persen penghuni Lapas Cirebon merupakan narapidana kasus narkoba. Angka ini cukup mengkhawatirkan dan mendorong pemerintah untuk mencari solusi jangka panjang, bukan hanya menambah kapasitas lapas.
Wamenkumham menekankan pentingnya rehabilitasi bagi pengguna narkoba pemula sebagai alternatif pemidanaan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa banyak mantan narapidana kasus narkoba yang kembali berurusan dengan hukum, bahkan menjadi bandar. "Sebelum mengambil keputusan, perlu merumuskannya dan mengkajinya dengan saksama," tambahnya.
Penanganan Napi Lansia dan Napi dengan Gangguan Kejiwaan
Selama kunjungan, Wamenkumham menemukan adanya narapidana berusia 95 tahun yang kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk beraktivitas secara normal. Kasus ini menjadi pertimbangan dalam kajian pemberian amnesti bagi napi lansia. Proses pengkajian akan mempertimbangkan aspek hukum dan kondisi fisik narapidana.
Selain itu, ditemukan juga narapidana dengan gangguan kejiwaan. Wamenkumham menekankan pentingnya penanganan khusus bagi kelompok ini dan memisahkan mereka dari narapidana lainnya. "Napi dengan kondisi ini seharusnya mendapat penanganan berbeda dan tidak dicampur dengan napi lainnya," tegas Otto Hasibuan.
Proses evaluasi kebijakan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Wamenkumham telah melakukan kunjungan serupa ke beberapa lapas lain, seperti di Bangli dan Grobogan, untuk mendapatkan data dan referensi yang komprehensif.
Kondisi Lapas Cirebon dan Langkah Selanjutnya
Kepala Lapas Kelas I Cirebon, Nanank Syamsudin, menginformasikan bahwa lapas tersebut saat ini menampung 964 narapidana, dengan tingkat overkapasitas lebih dari 100 persen. Dari jumlah tersebut, terdapat 31 narapidana lansia dan sekitar 13 narapidana diduga mengalami gangguan kejiwaan.
Pihak Lapas Cirebon akan berkoordinasi dengan psikiater untuk memastikan diagnosis kejiwaan narapidana. Hasil diagnosis ini akan menjadi dasar untuk menentukan langkah penanganan selanjutnya, termasuk kemungkinan pemberian hak-hak khusus seperti amnesti atau pengurangan hukuman. "Kami akan melakukan verifikasi lebih lanjut terkait dengan napi lansia dan napi dengan gangguan kejiwaan untuk memastikan apakah mereka bisa mendapatkan hak-hak tertentu, seperti amnesti atau pengurangan hukuman," jelas Nanank Syamsudin.
Kesimpulannya, kunjungan Wamenkumham ke Lapas Cirebon merupakan langkah penting dalam upaya pemerintah untuk mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan hukum terkait penanganan narapidana. Kajian yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak diharapkan dapat menghasilkan solusi yang efektif dan berkeadilan bagi semua pihak.