Waspada! Potensi Pekerja Anak di Indonesia Meningkat, MPR Minta Antisipasi Segera
MPR RI mengkhawatirkan peningkatan jumlah pekerja anak di Indonesia akibat gejolak ekonomi global dan menyerukan antisipasi segera melalui berbagai langkah strategis.

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengungkapkan keprihatinannya terhadap potensi peningkatan jumlah pekerja anak di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan menyusul dampak gejolak ekonomi global yang berpotensi memperburuk situasi ekonomi dalam negeri. Beliau menekankan perlunya antisipasi segera untuk melindungi anak-anak dan memastikan pembangunan sumber daya manusia yang unggul.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan fluktuasi jumlah pekerja anak dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2019 tercatat 0,92 juta pekerja anak, meningkat menjadi 1,33 juta pada tahun 2020, kemudian turun menjadi 1,05 juta pada tahun 2021 dan 1,01 juta pada tahun 2022 dan 2023. Peningkatan signifikan pada tahun 2020 dikaitkan dengan guncangan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Menurut Lestari Moerdijat, yang juga dikenal sebagai Rerie, situasi ini membutuhkan respons cepat dan terkoordinasi. Beliau menegaskan bahwa potensi dampak ekonomi yang negatif dapat berdampak langsung pada kelompok masyarakat marginal, termasuk anak-anak yang rentan menjadi pekerja anak.
Antisipasi Peningkatan Pekerja Anak: Langkah Strategis yang Diperlukan
Rerie menekankan pentingnya beberapa langkah antisipasi untuk mengatasi masalah ini. Pertama, peningkatan akses dan kemudahan pendidikan bagi anak-anak sangat krusial. Pendidikan merupakan kunci untuk memutus siklus kemiskinan dan memberikan anak-anak kesempatan untuk meraih masa depan yang lebih baik. Kedua, dukungan ekonomi bagi keluarga, terutama yang kurang mampu, juga sangat penting untuk mengurangi tekanan ekonomi yang memaksa anak-anak bekerja.
Ketiga, peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak-hak anak perlu digalakkan. Kampanye edukasi yang masif dapat membantu mengubah persepsi dan perilaku masyarakat terkait pekerja anak. Terakhir, penegakan hukum yang tegas terhadap pihak-pihak yang mempekerjakan anak-anak harus dijalankan tanpa kompromi. Hal ini untuk memberikan efek jera dan melindungi anak-anak dari eksploitasi.
Lebih lanjut, Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI ini menambahkan bahwa dampak gejolak ekonomi berpotensi besar mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat, khususnya kelompok marginal. Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah, serta masyarakat untuk menghadapi tantangan ini bersama-sama. "Potensi dampak dari gejolak ekonomi yang terjadi dapat dihadapi bangsa ini secara bersama-sama," tegas Rerie.
Pentingnya Kolaborasi dan Pemenuhan Hak Anak
Rerie mendorong terciptanya kolaborasi yang kuat antara berbagai pemangku kepentingan. Kolaborasi ini penting untuk merumuskan strategi yang efektif dan terintegrasi dalam mengatasi masalah pekerja anak. Dengan bekerja sama, diharapkan potensi peningkatan jumlah pekerja anak dapat ditekan seminimal mungkin. Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat sipil perlu bersinergi untuk mencapai tujuan bersama ini.
Pemenuhan hak-hak anak untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik dan menjadi generasi penerus yang berdaya saing merupakan hal yang sangat penting. Upaya untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi dan memberikan mereka kesempatan untuk berkembang secara optimal harus menjadi prioritas utama. Dengan demikian, Indonesia dapat memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Kesimpulannya, antisipasi terhadap potensi peningkatan pekerja anak di Indonesia merupakan langkah krusial untuk menjamin masa depan bangsa. Kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak, dikombinasikan dengan langkah-langkah strategis seperti peningkatan akses pendidikan, dukungan ekonomi keluarga, peningkatan kesadaran masyarakat, dan penegakan hukum yang tegas, sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini.