Happy Salma Perankan Nyai Ontosoroh di Peringatan Seabad Pramoedya Ananta Toer
Happy Salma membawakan monolog Nyai Ontosoroh dalam Festival Blora Seabad Pram, memperingati 100 tahun kelahiran sastrawan Pramoedya Ananta Toer di Blora, Jawa Tengah, dan sekaligus menunjukkan nilai-nilai integritas yang terkandung dalam karya-karya Pr
Blora, Jawa Tengah menjadi saksi bisu perhelatan akbar peringatan seabad Pramoedya Ananta Toer. Festival Blora Seabad Pram, berlangsung dari tanggal 6 hingga 8 Februari 2025, dimeriahkan oleh berbagai acara, salah satunya penampilan memukau Happy Salma yang membawakan monolog Nyai Ontosoroh, tokoh ikonik dari novel Bumi Manusia.
Peran Happy Salma dan Titimangsa Foundation
Partisipasi Happy Salma bukan sekadar penampilan artistik. Ia mewakili Titimangsa Foundation, sebuah lembaga budaya yang turut serta dalam gerakan memperingati 100 tahun kelahiran sastrawan besar Indonesia ini. Gerakan ini diinisiasi oleh Yayasan Pramoedya Ananta Toer dan melibatkan berbagai elemen masyarakat. "Salah satu bagian dari kebahagiaan itu adalah lembaga budaya media relation Titimangsa Foundation. Bersama teman-teman bersemangat terhadap pandangan-pandangan dan pemikiran yang terang di dalam karyanya," ujar Happy Salma di Blora, Jumat.
Lebih lanjut, Happy menjelaskan bahwa Titimangsa Foundation berkomitmen untuk menggelar serangkaian pertunjukan berdasarkan karya-karya Pramoedya Ananta Toer selama setahun ke depan. Penampilan monolog Nyai Ontosoroh di Festival Blora Seabad Pram menjadi pembuka rangkaian acara tersebut. "Malam ini kami dilibatkan untuk tampil membawakan monolog Nyai Ontosoroh," tambahnya.
Menggali Nilai-nilai Integritas dalam Karya Pram
Bagi Happy Salma, Nyai Ontosoroh bukan sekadar tokoh fiksi. Ia melihat Nyai Ontosoroh sebagai sosok inspiratif yang mampu menggetarkan hati. "Lewat metamorfosisnya, bagaimana dirinya sebagai korban tetapi dia masih bisa melawan. Sesuai dengan tagline-nya yang terkenal, 'Kita Kalah, ma. Tidak, kita telah melawan sebaik-baiknya'," kata pendiri yayasan Titimangsa tersebut, mengutip kalimat ikonik dari novel Bumi Manusia.
Lebih dari sekadar tokoh cerita, Happy Salma melihat karya-karya Pramoedya Ananta Toer sebagai cerminan nilai-nilai integritas yang patut diteladani. "Kita semua tentunya beruntung, mungkin di Indonesia ini, dalam seabad ini, mungkin hanya satu orang seperti Pramoedya Ananta Toer, yang bisa memperlihatkan bahwa hidup tidak hanya semuanya tentang nilai ekonomi, namun ada nilai-nilai integritas di dalamnya, tentang kehormatan, perlawanan, konsisten, dan yang lainnya," paparnya.
Pramoedya Ananta Toer: Sebuah Warisan untuk Indonesia
Pramoedya Ananta Toer, lahir di Blora pada 6 Februari 1925 dan wafat pada 30 April 2006, meninggalkan warisan literatur yang begitu kaya dan bermakna bagi Indonesia. Karya-karyanya, seperti Bukan Pasar Malam (1950), Gadis Pantai (1962), Bumi Manusia (1975), Jejak Langkah (1985), dan Rumah Kaca (1988), terus menginspirasi dan relevan hingga saat ini. Jenazahnya dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta Pusat.
Peringatan seabad Pramoedya Ananta Toer bukan hanya sekadar mengenang sosoknya, tetapi juga merupakan momentum untuk merefleksikan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam karya-karyanya, dan bagaimana nilai-nilai tersebut dapat terus diwariskan kepada generasi mendatang. Partisipasi Happy Salma dan Titimangsa Foundation dalam Festival Blora Seabad Pram menjadi bukti nyata apresiasi dan komitmen untuk melestarikan warisan sastrawan legendaris Indonesia ini.