AJI Beri Dukungan Psikologis untuk Jurnalis Korban Kekerasan Seksual
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia memberikan dukungan psikologis kepada jurnalis korban kekerasan seksual melalui pendampingan daring untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menunjukkan kepeduliannya terhadap keselamatan dan kesehatan mental para jurnalis dengan menyelenggarakan pendampingan psikologis daring bagi anggota yang menjadi korban kekerasan seksual. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, Sabtu dan Minggu (12-13 April 2025), dan diikuti oleh perwakilan AJI dari seluruh Indonesia. Pendampingan ini diprakarsai sebagai bentuk komitmen AJI dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan, khususnya kekerasan seksual yang kerap mengancam profesi jurnalistik.
Ketua AJI Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Sutana, menyambut baik inisiatif ini. Ia menekankan pentingnya dukungan psikologis bagi jurnalis yang rentan mengalami dampak kesehatan mental, termasuk risiko kekerasan seksual dalam menjalankan tugasnya di lapangan. "Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen AJI Indonesia dalam menciptakan ruang aman dan suportif bagi para jurnalis, serta mendorong terciptanya lingkungan kerja yang bebas dari kekerasan seksual," ujar Sutana.
AJI menyadari bahwa profesi jurnalistik memiliki risiko tinggi terhadap berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Oleh karena itu, langkah konkret seperti pendampingan psikologis ini dianggap krusial untuk melindungi dan mendukung para jurnalis yang telah mengalami trauma. Program ini diharapkan dapat memberikan rasa aman dan membantu proses pemulihan bagi korban kekerasan seksual.
Pendampingan Psikologis bagi Jurnalis Korban Kekerasan
Kegiatan pendampingan psikologis ini mengangkat tema "Bagaimana Merespon Ketika Menerima Laporan atau Mengetahui Kasus Kekerasan Seksual." Sebagai narasumber, AJI mengundang Lim Swie Hok, seorang praktisi psikologi bersertifikat internasional yang berpengalaman dalam menangani kasus trauma dan kekerasan. Kehadiran beliau diharapkan dapat memberikan panduan dan pemahaman yang komprehensif bagi para peserta.
Lim Swie Hok menekankan pentingnya membangun rasa aman dan empati saat mendampingi korban kekerasan seksual. Ia menyarankan tindakan-tindakan sederhana namun bermakna, seperti menawarkan pundak untuk bersandar atau menggenggam tangan korban, untuk membantu mereka merasa diterima dan tidak sendirian. "Hal-hal kecil seperti menawarkan pundak atau menggenggam tangan bisa membantu korban merasa diterima dan tidak sendiri," jelasnya.
Salah satu poin penting yang disampaikan Lim Swie Hok adalah pentingnya kesabaran dalam menghadapi korban yang sedang meluapkan emosi. Ia menyarankan untuk tidak langsung memberikan tisu ketika korban menangis. "Biarkan mereka (korban) menangis dulu untuk meluapkan emosi, baru kemudian diberikan tisu jika diperlukan,” ucapnya. Hal ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi korban untuk memproses emosi mereka tanpa merasa tertekan.
Selain itu, Lim Swie Hok juga mengingatkan para pendamping atau petugas hotline untuk tidak menggali informasi terlalu dalam pada tahap awal pelaporan kekerasan. Hal ini untuk menghindari pemicu trauma ulang pada korban. Prioritas utama adalah memastikan korban merasa aman dan tahu bahwa mereka dapat dihubungi kapan pun dibutuhkan. "Hubungan yang berkelanjutan akan membantu proses pemulihan trauma kekerasan yang dialami seseorang atau korban,” tegasnya.
Pentingnya Dukungan Berkelanjutan bagi Jurnalis
Kegiatan pendampingan yang dilakukan AJI ini merupakan langkah signifikan dalam upaya melindungi dan mendukung jurnalis yang menjadi korban kekerasan seksual. Dukungan psikologis yang berkelanjutan sangat penting untuk membantu proses pemulihan trauma dan memastikan para jurnalis dapat kembali menjalankan tugasnya dengan aman dan nyaman.
AJI berharap kegiatan ini dapat menjadi contoh bagi organisasi lain untuk memberikan perhatian lebih terhadap kesehatan mental dan keselamatan para jurnalis. Perlindungan dan dukungan yang komprehensif sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan kondusif bagi para profesional media di Indonesia.
Melalui pelatihan dan pendampingan ini, AJI berupaya untuk membekali para jurnalis dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi berbagai tantangan, termasuk kekerasan seksual. Komitmen AJI untuk menciptakan ruang aman bagi jurnalis merupakan langkah penting dalam menjaga kebebasan pers dan integritas profesi jurnalistik di Indonesia.