Bangka Barat Lestarikan Tradisi Perang Ketupat: Perpaduan Budaya dan Silaturahmi
Pemerintah Kabupaten Bangka Barat mendukung penuh pelestarian Pesta Adat Perang Ketupat, sebuah tradisi unik yang memadukan ritual budaya, doa, dan perayaan silaturahmi antar warga.
Mentok, Bangka Barat - Pemerintah Kabupaten Bangka Barat menunjukkan komitmennya dalam melestarikan budaya lokal dengan memfasilitasi pelaksanaan Pesta Adat Perang Ketupat. Puncak acara tahunan ini akan digelar di Pantai Pasirkuning, Tempilang, pada 23 Februari 2025. Acara ini bukan sekadar atraksi wisata, melainkan perwujudan penghormatan terhadap tradisi leluhur.
Melestarikan Warisan Budaya dan Mempererat Silaturahmi
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangka Barat, Ferhad Irvan, menjelaskan bahwa Perang Ketupat merupakan tradisi turun-temurun yang penting untuk dilestarikan. Selain menjaga warisan budaya, pesta adat ini juga menjadi ajang mempererat tali silaturahmi antar warga, bahkan hingga warga luar daerah yang turut hadir dalam puncak acara.
"Perang Ketupat merupakan salah satu kebiasaan warga turun temurun yang kita fasilitasi agar bisa terus dilaksanakan sebagai bentuk pelestarian budaya lokal," kata Ferhad Irvan.
Uniknya, kedatangan warga dari berbagai daerah tak hanya untuk menyaksikan prosesi perang ketupat, tetapi juga untuk bersilaturahmi layaknya perayaan Idul Fitri. Hal ini menunjukkan betapa acara ini telah menjadi bagian integral dari kehidupan sosial masyarakat Bangka Barat.
Ritual Ngancak: Doa dan Penghormatan kepada Alam
Tetua adat Tempilang, Mang Keman, menjelaskan rangkaian ritual Perang Ketupat dimulai sejak Kamis, 13 Februari 2025, dengan upacara Ngancak di halaman rumahnya di Desa Benteng Kota. Upacara yang berlangsung sekitar dua jam ini diawali dengan sambutan tuan rumah, dilanjutkan dengan menyalakan lilin di empat penjuru.
Mang Keman, bersama enam rekannya, duduk di depan rak kayu mentangor berisi sesajian dan miniatur perahu. Mereka memanjatkan doa, melakukan tarian, dan membacakan "taber" laut. Ritual ini merupakan wujud penghormatan kepada alam semesta, memohon keselamatan dan kelancaran dalam bekerja di laut dan darat.
"Setiap rumah kita 'taber' (dibacakan doa)," ujar Mang Keman. "Taber dilakukan dengan maksud agar seluruh warga dilindungi dari berbagai macam penyakit, bahaya dan diharapkan selalu sehat dan selamat. Ngancak ini dilaksanakan setiap tanggal 15 hari bulan Sya’ban Hijriah setiap tahun sekali, atau satu minggu sebelum puncak ritual di pantai, seperti itulah dari jaman dulu," tambahnya.
Rangkaian Tarian dan Puncak Acara
Setelah Ngancak, rangkaian ritual dilanjutkan dengan penampilan tarian tradisional, seperti tari serimbang, kedidi, dan tari tujuh bidadari. Tarian-tarian ini menambah semarak dan nilai artistik dari pesta adat Perang Ketupat.
Puncak acara Perang Ketupat akan dilaksanakan pada Minggu, 23 Februari 2025, di Pantai Pasir Kuning. Pada puncak acara ini, warga akan saling melempar ketupat sebagai simbol melawan kejahatan. Acara ini diharapkan akan menarik banyak wisatawan dan semakin memperkenalkan kekayaan budaya Bangka Barat kepada dunia.
Kesimpulan
Pesta Adat Perang Ketupat di Bangka Barat bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga cerminan kearifan lokal yang perlu dilestarikan. Perpaduan antara ritual keagamaan, tarian tradisional, dan semangat silaturahmi menjadikan acara ini unik dan bermakna. Dukungan pemerintah daerah sangat penting dalam menjaga kelangsungan tradisi ini untuk generasi mendatang.