Banjir Jaktim: Warga Pertanyakan Efektivitas Sodetan Ciliwung
Banjir di Jakarta Timur kembali terjadi, warga mempertanyakan fungsi Sodetan Ciliwung yang dinarasikan mampu mengatasi banjir di Ibu Kota.
Banjir setinggi dua meter kembali menggenangi Jalan Kebon Pala II, Kampung Melayu, Jakarta Timur, sejak Selasa pagi. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan dari warga setempat mengenai efektivitas Sodetan Ciliwung, proyek yang diharapkan mampu mengurangi risiko banjir di wilayah tersebut. Warga mempertanyakan, mengapa banjir masih terjadi meskipun sodetan telah dibangun dan pemerintah telah melakukan normalisasi Kali Ciliwung. Kejadian ini terjadi setelah hujan deras mengguyur wilayah Bogor dan sekitarnya.
"Puncak tingginya (banjir, red) hari ini. Makanya, saya bingung, sodetan di Otista ini tak ada fungsinya atau gimana, katanya udah jadi," ungkap Wahyu (45), warga RT 12/RW 04, Kebon Pala II, yang ditemui di lokasi banjir. Ia mempertanyakan alur pembuangan air dari sodetan, seharusnya menuju Banjir Kanal Timur (BKT) yang memiliki kapasitas lebih besar. Wahyu juga menyoroti dampak normalisasi Kali Ciliwung yang justru berdampak pada warga di sekitarnya, karena pembuangan air yang kurang optimal.
Kekecewaan serupa diungkapkan Rukimah (53), Ketua RT 10/RW 04, Jalan Kebon Pala II. Ia berharap Pemprov DKI Jakarta dapat lebih serius membenahi Kali Ciliwung dan membuktikan efektivitasnya dalam mengantisipasi banjir. "Harapan kami sebagai warga yang terdampak banjir mohon ditindaklanjuti upaya banjir ini, dinormalisasi lagi. Lanjutin lagi sampai Manggarai, karena normalisasi yang belum maksimal ini, kalau dari atas intensitas hujan di Bogor tinggi, jadi dampak ke sini," jelasnya. Banjir yang terjadi sejak Senin dini hari ini menyebabkan aktivitas warga terganggu, banyak yang harus menyelamatkan barang-barang berharga mereka.
Warga Kesulitan Akibat Banjir
Banjir di Jalan Kebon Pala II mengakibatkan warga kesulitan beraktivitas. Mereka harus bolak-balik menyelamatkan barang-barang penting dari rumah ke tempat yang lebih tinggi. Akses menuju rumah pun terhambat, sehingga sebagian warga harus menggunakan perahu karet atau pelampung. Petugas terus berupaya mengevakuasi warga dan membantu mereka mengambil barang bawaan dari rumah yang terendam banjir. Beberapa warga memilih bertahan di lantai atas rumah mereka.
Kondisi ini menunjukkan betapa besar dampak banjir bagi warga. Aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat terganggu, dan kerugian materiil pun tak dapat dihindari. Kejadian ini menjadi sorotan tajam terhadap efektivitas infrastruktur pengendalian banjir yang telah dibangun, termasuk Sodetan Ciliwung.
Meskipun Pemprov DKI Jakarta telah berkomitmen untuk membenahi Kali Ciliwung sebagai bagian dari Program Strategis Nasional (PSN) pengendalian banjir, kenyataan di lapangan masih menunjukkan adanya kekurangan dalam sistem pengelolaan banjir. Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno, sebelumnya menyatakan bahwa pengerukan waduk dan sungai-sungai termasuk dalam program 100 hari kerja mereka. Namun, banjir yang terjadi di Jakarta Timur menimbulkan pertanyaan besar tentang sejauh mana komitmen tersebut telah diimplementasikan dan efektivitasnya dalam mengatasi masalah banjir.
Perlu Evaluasi dan Solusi Jangka Panjang
Kejadian banjir di Jakarta Timur ini menjadi momentum untuk mengevaluasi kembali strategi dan implementasi program pengendalian banjir di Jakarta. Perlu diteliti lebih lanjut penyebab banjir meskipun Sodetan Ciliwung telah dibangun. Apakah kapasitas sodetan sudah mencukupi? Apakah ada masalah lain dalam sistem drainase yang menyebabkan air tidak mengalir dengan lancar? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab secara transparan dan komprehensif.
Selain itu, dibutuhkan solusi jangka panjang yang terintegrasi untuk mengatasi masalah banjir di Jakarta. Hal ini tidak hanya melibatkan pembangunan infrastruktur, tetapi juga pengelolaan tata ruang, kesadaran masyarakat, dan kerjasama antar instansi terkait. Pemerintah perlu melibatkan partisipasi aktif warga dalam mencari solusi yang tepat dan berkelanjutan.
Kejadian banjir ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan seluruh pihak terkait. Perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengendalian banjir yang ada dan komitmen yang lebih kuat untuk menciptakan Jakarta yang bebas dari banjir.
Ke depannya, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek infrastruktur pengendalian banjir sangat penting. Warga berhak mengetahui bagaimana dana yang telah diinvestasikan digunakan dan bagaimana efektivitasnya dalam mengurangi risiko banjir. Hanya dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat terbangun dan kerjasama yang efektif dapat tercipta dalam mengatasi masalah banjir di Jakarta.