BPOM Perketat Pengawasan Farmasi Cegah Penyalahgunaan Obat dan Resistensi Antimikroba
BPOM meningkatkan pengawasan layanan farmasi di seluruh Indonesia untuk mencegah penyalahgunaan obat bius, seperti ketamin, dan resistensi antimikroba akibat penggunaan antibiotik tanpa resep.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meningkatkan pengawasan layanan farmasi di Indonesia. Langkah ini dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan obat, khususnya obat bius seperti ketamin, dan menekan angka resistensi antimikroba yang mengkhawatirkan.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, mengungkapkan bahwa kunjungan ke Puskesmas Cakung bertujuan untuk memastikan layanan farmasi di sana sesuai standar. Pengawasan meliputi seluruh alur, mulai dari pengadaan, penyimpanan, distribusi, hingga pemanfaatan obat, termasuk penanganan efek sampingnya. "Mulai dari proses gimana proses didapatkan obat itu, kemudian setelah obat itu didapatkan bagaimana penyimpanannya, kemudian setelah disimpan bagaimana obat itu dimanfaatkan, didistribusikan, termasuk bagaimana anti efek samping obat itu kalau sudah terjadi dipakai oleh pasien," jelas Taruna.
Tiga kejadian utama mendorong peningkatan pengawasan ini. Pertama, penyalahgunaan obat bius oleh oknum dokter untuk tujuan yang tidak terpuji. Kedua, maraknya penggunaan ketamin secara ilegal; BPOM mencatat sekitar 400 ribu vial ketamin digunakan secara ilegal di seluruh Indonesia. Ketiga, data yang menunjukkan hampir 80 persen penduduk Indonesia mengonsumsi antibiotik tanpa resep dokter pada periode 2021-2024, yang berpotensi menimbulkan resistensi antimikroba.
Pengawasan Ketat Instalasi Farmasi
BPOM menemukan bahwa ketamin, meskipun bisa diperoleh secara legal di instalasi farmasi, juga banyak beredar secara ilegal. Oleh karena itu, BPOM akan memperketat pengawasan terhadap seluruh instalasi farmasi di Indonesia. Pemberian dan penggunaan antibiotik harus sesuai prosedur. Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPOM diinstruksikan untuk aktif memeriksa instalasi farmasi, dengan kewenangan untuk menghentikan operasi fasilitas yang tidak sesuai prosedur.
BPOM juga menekankan pentingnya pelaporan efek samping obat oleh puskesmas agar dapat ditangani dengan tepat melalui program farmakovigilans. Kerja sama antara puskesmas dan BPOM juga diharapkan dapat mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG).
"Itu kesalahan prosedur dan menimbulkan resistensi antimikroba yang luar biasa dan dampaknya kita tidak mau, kita mau cegah terjadinya silent pandemic," tegas Taruna terkait penggunaan antibiotik tanpa resep.
Langkah tegas BPOM ini diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan obat dan menekan angka resistensi antimikroba, melindungi kesehatan masyarakat Indonesia.
Pentingnya Penggunaan Obat Sesuai Resep Dokter
Resistensi antimikroba merupakan ancaman serius bagi kesehatan global. Penggunaan antibiotik tanpa resep dokter dapat mempercepat perkembangan bakteri resisten, sehingga pengobatan infeksi menjadi lebih sulit dan berisiko. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk selalu berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi antibiotik.
Selain itu, pengawasan ketat terhadap distribusi dan penggunaan obat bius seperti ketamin juga sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan dan melindungi masyarakat dari potensi bahaya. Kerja sama antara BPOM, fasilitas kesehatan, dan masyarakat sangat krusial dalam upaya ini.
BPOM berkomitmen untuk terus meningkatkan pengawasan dan memastikan layanan farmasi di Indonesia memenuhi standar serta memberikan perlindungan bagi masyarakat.
- Peningkatan pengawasan layanan farmasi untuk mencegah penyalahgunaan obat.
- Penekanan pada penggunaan antibiotik sesuai resep dokter untuk mencegah resistensi antimikroba.
- Kerja sama antara BPOM dan fasilitas kesehatan untuk mendukung program farmakovigilans dan program Makan Bergizi Gratis.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Indonesia dapat mencegah timbulnya pandemi diam-diam akibat resistensi antimikroba dan penyalahgunaan obat.