Direktur Utama PT Petro Energy Ditahan KPK Terkait Korupsi LPEI
KPK menahan Direktur Utama PT Petro Energy, Newin Nugroho, tersangka kasus korupsi pemberian fasilitas kredit senilai Rp988,5 miliar dari LPEI, menambah daftar tersangka menjadi lima orang.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Newin Nugroho, Direktur Utama PT Petro Energy, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Penahanan dilakukan pada Kamis, 13 Maret 2025, di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK. Newin akan ditahan hingga 1 April 2025. Kasus ini bermula dari pemberian kredit senilai kurang lebih 60 juta dolar AS (sekitar Rp988,5 miliar) kepada PT Petro Energy pada tahun 2015, yang diduga sarat dengan penyimpangan.
Sebelumnya, pada Senin, 3 Maret 2025, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Selain Newin Nugroho, empat tersangka lainnya adalah Wahyudi dan Arif Setiawan (Direktur Pelaksana LPEI), Jimmy Masrin (Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy), dan Susi Mira Dewi Sugiarta (Direktur Keuangan PT Petro Energy). Total kredit yang diberikan kepada PT Petro Energy mencapai Rp988,5 miliar dalam tiga termin, yang diduga diberikan dengan melanggar prosedur dan aturan yang berlaku.
Kasus ini mengungkap adanya dugaan praktik korupsi yang melibatkan direksi LPEI dan PT Petro Energy. Penyidik KPK menemukan sejumlah kejanggalan, termasuk current ratio PT Petro Energy yang di bawah 1 (0,86), menunjukkan kondisi keuangan perusahaan yang kurang sehat dan berpotensi kesulitan membayar kredit. Selain itu, terdapat dugaan ketidakpatuhan terhadap prosedur pemeriksaan jaminan dan agunan, serta pembuatan kontrak palsu oleh PT Petro Energy.
Dugaan Pelanggaran Prosedur dan Persekongkolan
Menurut Plh. Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, direksi LPEI mengetahui kondisi keuangan PT Petro Energy yang memprihatinkan, namun tetap memberikan kredit. Bahkan, meski pembayaran termin pertama tidak lancar dan adanya laporan dari bawahan, direksi LPEI tetap mengucurkan dana tambahan sebesar Rp400 miliar dan Rp200 miliar. Hal ini menunjukkan adanya dugaan pembiaran dan pengabaian prosedur yang seharusnya dijalankan.
Lebih lanjut, Budi mengungkapkan adanya pertemuan antara direksi PT Petro Energy dan direksi LPEI sebelum pemberian kredit. Dalam pertemuan tersebut, terdapat kesepakatan untuk mempermudah proses pemberian kredit. Kesepakatan ini menjadi indikasi kuat adanya persekongkolan jahat untuk merugikan keuangan negara.
Penyidik KPK menemukan bukti-bukti yang cukup untuk menetapkan kelima tersangka. Perhitungan kerugian negara masih dalam proses oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kronologi Pemberian Kredit dan Temuan KPK
Pemberian kredit kepada PT Petro Energy dilakukan dalam tiga termin: Rp297 miliar pada 2 Oktober 2015, Rp400 miliar pada 19 Februari 2016, dan Rp200 miliar pada 14 September 2017. Total kredit mencapai sekitar Rp988,5 miliar. KPK menemukan beberapa pelanggaran dalam proses pemberian kredit tersebut, antara lain:
- Current ratio PT Petro Energy di bawah 1, menunjukkan kondisi keuangan yang buruk.
- Ketidakpatuhan dalam memeriksa jaminan dan agunan yang diajukan PT Petro Energy.
- Adanya kontrak palsu yang digunakan sebagai dasar pengajuan kredit.
- Pembiaran dan pengabaian laporan dari bawahan terkait kondisi keuangan PT Petro Energy.
- Pertemuan antara direksi PT Petro Energy dan direksi LPEI yang diduga bertujuan untuk mempermudah proses pemberian kredit.
Semua temuan ini menjadi dasar penetapan kelima tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini.
Penahanan Newin Nugroho semakin memperkuat komitmen KPK dalam mengusut tuntas kasus korupsi yang merugikan keuangan negara. Proses hukum akan terus berlanjut, dan diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang terlibat dalam tindakan korupsi.