Disnaker Lebak Upayakan Pemulangan Ika Arsaya, Korban TPPO di Irak
Disnaker Lebak berkoordinasi dengan Kemenlu untuk memulangkan Ika Arsaya Jala (38), korban TPPO yang terlantar di Irak dan membutuhkan dokumen perjalanan resmi untuk kembali ke Indonesia.
Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Ika Arsaya Jala (38), warga Kabupaten Lebak, Banten, menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan kini terlantar di Kota Arbil, Kurdistan, Irak. Ia bekerja sebagai asisten rumah tangga secara ilegal sejak 2018 tanpa dokumen perjalanan resmi. Disnaker Lebak telah menyurati Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) pada Jumat, 7 Juli 2023, untuk memfasilitasi pemulangannya ke Indonesia karena kontrak kerjanya telah habis dan ia kesulitan memperpanjangnya tanpa dokumen yang sah. Pemulangan Ika diharapkan dapat mempertemukannya kembali dengan keluarga di Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak.
Kasus ini menyoroti permasalahan TPPO yang masih terjadi dan dampaknya terhadap para korban yang seringkali terjebak dalam situasi sulit di luar negeri. Ketidakjelasan prosedur dan minimnya perlindungan bagi pekerja migran Indonesia menjadi faktor utama yang menyebabkan kasus seperti ini terjadi. Upaya Disnaker Lebak ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam menangani kasus TPPO dan memberikan perlindungan bagi warga negara Indonesia yang menjadi korban.
Proses pemulangan Ika Arsaya Jala diharapkan berjalan lancar dengan koordinasi yang baik antara Disnaker Lebak, Kemenlu, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Irak. Keluarga Ika, terutama anaknya Kamal (16), sangat berharap agar Ika dapat segera kembali ke Indonesia dan berkumpul bersama keluarga. Keberhasilan pemulangan Ika akan menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam melindungi warga negaranya dari praktik TPPO.
Upaya Pemulangan Korban TPPO dari Irak
Kepala Bidang Penempatan Perluasan dan Pelatihan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Lebak, Deni Triasih, menyatakan bahwa surat telah dikirimkan ke Kemenlu dengan harapan agar Ika Arsaya Jala dapat dipulangkan ke Indonesia. Saat ini, Ika ditampung di sebuah yayasan tenaga pekerja migran di Irak setelah kontrak kerjanya selama 5 tahun berakhir. Ia bekerja sebagai asisten rumah tangga dengan gaji yang jauh lebih rendah dari yang dijanjikan, yakni Rp4 juta per bulan, bukan Rp7 juta seperti yang disepakati.
Meskipun bekerja untuk keluarga yang baik, Ika menghadapi kendala karena tidak memiliki dokumen resmi. Hal ini membuatnya kesulitan untuk memperpanjang kontrak kerja dan kembali ke Indonesia. Deni Triasih menambahkan bahwa Kemenlu akan berkoordinasi dengan KBRI di Irak untuk memfasilitasi proses pemulangan Ika.
Anak Ika, Kamal, yang kini duduk di bangku SMK, mengungkapkan rasa rindunya kepada ibunya melalui pesan WhatsApp. Sementara itu, saudara perempuan Ika, Ida, menjelaskan bahwa Ika berangkat ke luar negeri melalui seorang kenalan dari Malingping yang bertindak sebagai sponsor. Keluarga baru mengetahui bahwa keberangkatan Ika ilegal dan termasuk TPPO setelah melapor ke polisi.
Proses keberangkatan Ika ke Irak pada tahun 2018 tanpa dokumen resmi menjadi bukti nyata praktik TPPO yang merugikan korban. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap perekrutan pekerja migran Indonesia agar terhindar dari praktik-praktik ilegal dan eksploitatif.
Peran Pemerintah dalam Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
Peristiwa ini menggarisbawahi pentingnya peran pemerintah dalam melindungi pekerja migran Indonesia (PMI) dari praktik TPPO. Koordinasi yang efektif antara Disnaker Lebak, Kemenlu, dan KBRI di Irak sangat krusial untuk memastikan pemulangan Ika Arsaya Jala berjalan lancar dan aman. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya TPPO dan pentingnya prosedur resmi dalam bekerja di luar negeri.
Peningkatan pengawasan terhadap agen-agen penyalur tenaga kerja juga diperlukan untuk mencegah praktik-praktik ilegal. Perlu adanya mekanisme yang lebih ketat untuk memastikan bahwa setiap PMI memiliki dokumen yang lengkap dan sah sebelum berangkat bekerja ke luar negeri. Dengan demikian, kasus-kasus TPPO seperti yang dialami Ika Arsaya Jala dapat diminimalisir di masa mendatang.
Lebih lanjut, pemerintah perlu memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi PMI yang menjadi korban TPPO. Proses hukum yang cepat dan transparan akan memberikan rasa keadilan bagi korban dan mencegah terjadinya kasus serupa. Dukungan psikologis dan pemulihan bagi korban TPPO juga sangat penting untuk membantu mereka kembali beradaptasi dengan kehidupan normal setelah mengalami trauma.
Pemulangan Ika Arsaya Jala diharapkan dapat menjadi momentum untuk meningkatkan perlindungan dan pengawasan terhadap PMI. Pemerintah perlu berkomitmen untuk memberantas praktik TPPO dan memastikan keselamatan serta kesejahteraan PMI di luar negeri.
Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi calon pekerja migran untuk selalu berhati-hati dan memastikan prosedur keberangkatan mereka resmi dan terlindungi. Pentingnya verifikasi dan validasi informasi sebelum memutuskan untuk bekerja di luar negeri sangatlah krusial untuk mencegah menjadi korban TPPO.