Ditpolairud Polda Kalsel Ungkap Terbanyak Kasus Perikanan Nasional
Ditpolairud Polda Kalsel berhasil mengungkap 15 kasus tindak pidana perikanan, terbanyak se-Indonesia, selama periode 24 Februari-24 April 2025, berkat operasi penegakan hukum dan edukasi.
Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Kalimantan Selatan (Kalsel) berhasil meraih prestasi gemilang dalam upaya pemberantasan tindak pidana perikanan. Selama 60 hari, terhitung sejak 24 Februari hingga 24 April 2025, Ditpolairud Polda Kalsel berhasil mengungkap 15 kasus, menjadikan mereka sebagai yang terbanyak se-Indonesia dalam kegiatan rutin yang ditingkatkan (KRYD) terkait destructive fishing. Prestasi ini menunjukkan komitmen tinggi dalam menjaga kelestarian ekosistem laut dan penegakan hukum di wilayah perairan Kalimantan Selatan.
Direktur Polairud Polda Kalsel, Kombes Pol Andi Adnan Syafruddin, mengungkapkan bahwa dari 15 kasus tersebut, lima kasus ditangani langsung oleh Ditpolairud Polda Kalsel, sementara 10 kasus lainnya diungkap oleh Satpolairud Polres jajaran. Polda Kaltim berada di peringkat kedua, diikuti Polda Babel, Polda DIY, dan Polda Lampung dalam lima besar nasional. Pencapaian ini merupakan hasil kerja keras dan strategi efektif yang diterapkan oleh Ditpolairud Polda Kalsel dalam memberantas praktik penangkapan ikan yang merusak.
Berbagai metode penangkapan ikan ilegal yang merusak ekosistem terungkap dalam operasi ini, termasuk penggunaan alat tangkap cantrang (berdiameter kurang dari 2 inci dan berbentuk diamond), jaring pukat hella atau trawl, dan setrum ikan. Penggunaan alat-alat tersebut melanggar aturan yang berlaku dan berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya ikan serta lingkungan perairan.
Pengungkapan Kasus dan Sanksi Hukum
Para tersangka yang terlibat dalam penggunaan alat tangkap ilegal tersebut dijerat dengan Pasal 84 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang ancaman hukumannya adalah penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp1,2 miliar. Ada juga yang dijerat dengan Pasal 85 Jo. Pasal 9 UU RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dengan ancaman hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.
Kombes Pol Andi Adnan Syafruddin menambahkan bahwa sebagian besar pelaku cantrang dan jaring pukat hella atau trawl berasal dari Pulau Jawa. Keberadaan mereka menimbulkan keresahan di kalangan nelayan lokal. Dalam operasi ini, Ditpolairud Polda Kalsel mendapatkan bantuan dari KP. Tekukur-5010 Korpolairud Baharkam Polri.
Selain penegakan hukum, Ditpolairud Polda Kalsel juga gencar melakukan edukasi dan sosialisasi terkait destructive fishing. Mereka mencatat prestasi gemilang dengan melakukan 4.737 kali kegiatan edukasi dan sosialisasi, menempati peringkat pertama secara nasional. Polda Kalteng, Polda Sumsel, Polda Kalbar, dan Polda Maluku Utara berada di peringkat berikutnya.
Apresiasi dan Kerja Sama
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kalsel, Rusdi Hartono, memberikan apresiasi tinggi atas kinerja Ditpolairud Polda Kalsel. Ia mengakui peran penting Ditpolairud Polda Kalsel dan Polres jajaran dalam penegakan hukum dan sosialisasi kepada masyarakat. Kerja sama yang baik antara pihak kepolisian dan masyarakat sangat penting dalam menjaga kelestarian ekosistem perairan.
"Polda Kalsel dan Polres jajaran sangat maksimal baik dalam penegakan hukum maupun sosialisasi ke masyarakat, ini kerja bersama termasuk peran serta masyarakat demi menjaga ekosistem perairan kita dari kerusakan," ucap Rusdi Hartono.
Sukses Ditpolairud Polda Kalsel dalam mengungkap kasus destructive fishing ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia. Pentingnya kolaborasi antara penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat dalam menjaga kelestarian sumber daya perikanan dan lingkungan laut menjadi kunci keberhasilan upaya pelestarian tersebut.