Eks Ketua PN Surabaya Terima Suap Rp238 Juta Terkait Vonis Bebas Ronald Tannur
Hakim nonaktif Mangapul mengungkapkan mantan Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono, menerima suap Rp238 juta dari uang 'terima kasih' atas vonis bebas Ronald Tannur, yang melibatkan sejumlah hakim dan pengacara.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus dugaan suap yang menjerat sejumlah pihak terkait vonis bebas terpidana pembunuhan, Ronald Tannur. Kasus ini terungkap setelah hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Mangapul, memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin. Dalam kesaksiannya, Mangapul mengungkapkan adanya aliran uang yang melibatkan mantan Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono.
Mangapul, yang juga merupakan terdakwa dalam kasus ini, menjelaskan bahwa Rudi Suparmono menerima uang sebesar 20 ribu dolar Singapura atau setara Rp238 juta (kurs Rp11.900). Uang tersebut merupakan bagian dari uang 'terima kasih' yang diberikan oleh ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, dan penasihat hukumnya, Lisa Rachmat, atas vonis bebas yang diberikan kepada Ronald Tannur. Pemberian uang ini atas permintaan hakim nonaktif Erintuah Damanik.
Menurut pengakuan Mangapul, Erintuah Damanik yang membagi-bagikan uang tersebut. Total uang yang dibagi mencapai 140 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp1,66 miliar. Selain Rudi Suparmono, uang tersebut juga diberikan kepada beberapa pihak lain, termasuk panitera PN Surabaya, Siswanto, hakim nonaktif Heru Hanindyo, Mangapul sendiri, dan Erintuah Damanik.
Pembagian Uang Suap dan Peran Para Hakim
Mangapul merinci pembagian uang suap tersebut. Rudi Suparmono menerima Rp238 juta, Siswanto Rp119 juta, Mangapul dan Heru Hanindyo masing-masing menerima Rp428,4 juta, dan Erintuah Damanik menerima Rp452,2 juta. Mangapul menerima uang tersebut di ruang saksi dua hari sebelum putusan kasus Ronald Tannur. Ia menjelaskan bahwa Erintuah Damanik meminta para hakim anggota untuk 'satu pintu' dalam memutuskan kasus tersebut, yang berarti mencapai kesepakatan bersama untuk membebaskan Ronald Tannur.
"Jadi waktu itu tentang pembagian uang terima kasih, Pak Erintuah bilang sejak kami ditunjuk Pak Rudi melalui Pak Wakil Ketua PN Surabaya, Pak Rudi bilang 'eh, jangan lupa aku', begitu," ujar Mangapul. "Setelah tuntutan, kami langsung musyawarah. Setelah pendapat kami sama berdasarkan fakta-fakta dan seterusnya, bebas. Terus, Pak Erintuah mengatakan hari itu, kita satu pintu ya begitu," tambahnya.
Kasus ini juga menyeret mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, yang didakwa melakukan pemufakatan jahat berupa pembantuan untuk memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan uang senilai Rp5 miliar, serta menerima gratifikasi senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram. Pemufakatan jahat diduga dilakukan bersama Lisa Rachmat untuk menyuap Hakim Ketua MA Soesilo dalam perkara Ronald Tannur di tingkat kasasi.
Terdakwa Lain dan Dakwaan
Selain Zarof Ricar, Mangapul juga memberikan kesaksian untuk terdakwa Lisa Rachmat dan Meirizka Widjaja Tannur. Lisa Rachmat didakwa memberikan suap kepada hakim di PN Surabaya senilai Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura, serta kepada MA sebesar Rp5 miliar. Sementara itu, Meirizka Widjaja Tannur diduga memberikan suap kepada tiga hakim di PN Surabaya sebesar Rp4,67 miliar.
Atas perbuatannya, Zarof Ricar disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Kasus ini menunjukkan kompleksitas jaringan suap yang melibatkan berbagai pihak dalam sistem peradilan.
Kesaksian Mangapul menjadi kunci penting dalam mengungkap jaringan suap ini. Proses persidangan selanjutnya akan menentukan nasib para terdakwa dan mengungkap lebih lanjut detail kasus ini. Peristiwa ini juga menjadi sorotan tajam terhadap integritas sistem peradilan di Indonesia dan perlunya upaya berkelanjutan untuk memberantas korupsi.