Hilal Tak Terlihat di Malang, Penentuan Awal Ramadan 2025 Tunggu Sidang Isbat
Pengamatan hilal oleh BMKG Malang gagal melihat hilal karena awan tebal, sehingga penentuan awal Ramadan 1446 H menunggu hasil sidang isbat Kemenag.
Tim pemantau hilal Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Kelas III Malang, Jawa Timur, gagal melihat hilal sebagai penentu awal Ramadan 1446 Hijriah pada Jumat, 28 Februari 2025. Kegagalan ini disebabkan oleh kondisi awan yang sangat tebal di ufuk barat. Pengamatan dilakukan di lantai 9 Kantor Bupati Malang. Proses pemantauan ini merupakan bagian dari upaya nasional untuk menentukan awal Ramadan berdasarkan metode rukyatul hilal.
Kepala BMKG Stasiun Geofisika Kelas III Malang, Mamuri, menjelaskan bahwa meskipun perhitungan menunjukkan tinggi hilal 3,851 derajat, elongasi 4,34 derajat, umur bulan 10 jam 5 menit 24 detik, dan fraksi iluminasi 0,25 persen, kondisi cuaca menghambat pengamatan. Konjungsi sendiri terjadi pada pukul 07.44 WIB. Awan tebal menghalangi pandangan ke arah ufuk barat, tempat hilal seharusnya terlihat.
BMKG melakukan pemantauan hilal di 32 lokasi di seluruh Indonesia, termasuk dua lokasi di Jawa Timur yaitu Kabupaten Malang dan Kabupaten Gresik. Dari 32 titik pengamatan, 20 laporan telah diterima, dan semuanya melaporkan hal yang sama: hilal tidak terlihat karena tertutup awan. Hasil pengamatan ini telah dilaporkan kepada Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Malang dan pusat melalui laporan akhir dan streaming proses rukyatul hilal.
Awan Tebal Menghambat Pengamatan Hilal
Ketebalan awan menjadi faktor utama yang menyebabkan hilal tidak terlihat di Malang. Kondisi ini konsisten di berbagai lokasi pengamatan di wilayah timur Indonesia. Meskipun data perhitungan menunjukkan potensi terlihatnya hilal, kondisi atmosfer yang tidak mendukung membuat pengamatan menjadi tidak efektif. Hal ini menunjukkan pentingnya faktor cuaca dalam menentukan awal Ramadan melalui metode rukyatul hilal.
Proses rukyatul hilal melibatkan pengamatan visual terhadap hilal, yaitu bulan sabit muda yang menandai awal bulan baru dalam kalender Hijriah. Keberhasilan pengamatan ini bergantung pada sejumlah faktor, termasuk ketinggian hilal, elongasi, dan kondisi cuaca. Awan tebal dapat menghalangi pandangan ke arah ufuk barat, sehingga hilal tidak dapat terlihat meskipun secara perhitungan seharusnya terlihat.
BMKG telah menggunakan peralatan dan metode pengamatan yang standar untuk memastikan akurasi data. Namun, faktor alam seperti cuaca tetap menjadi tantangan utama dalam proses rukyatul hilal. Hasil pengamatan ini menunjukkan pentingnya mempertimbangkan faktor cuaca dalam menentukan awal Ramadan.
Penentuan Awal Ramadan 2025 Menunggu Sidang Isbat
Karena hilal tidak terlihat di Malang dan di berbagai lokasi pengamatan lainnya, penentuan awal Ramadan 1446 H akan ditentukan melalui sidang isbat. Sidang isbat akan mempertimbangkan hasil rukyatul hilal dari berbagai lokasi di Indonesia, serta perhitungan astronomi. Keputusan resmi mengenai awal Ramadan akan diumumkan setelah sidang isbat yang dilakukan oleh Kemenag.
Sidang isbat merupakan mekanisme yang digunakan di Indonesia untuk menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal. Sidang ini melibatkan para ahli astronomi, representatif organisasi keagamaan, dan pemerintah. Hasil sidang isbat akan menjadi pedoman bagi umat Islam di Indonesia dalam menentukan awal Ramadan.
Proses penentuan awal Ramadan melalui sidang isbat bertujuan untuk mencapai keseragaman dalam penetapan awal bulan Ramadan di Indonesia. Hal ini penting untuk menjaga kesatuan dan persatuan umat Islam di Indonesia dalam menjalankan ibadah puasa.
Kesimpulannya, kegagalan melihat hilal di Malang karena awan tebal menyebabkan penentuan awal Ramadan 2025 akan bergantung pada hasil sidang isbat Kemenag. Proses ini melibatkan pertimbangan berbagai faktor, termasuk hasil pengamatan hilal dan perhitungan astronomi, untuk memastikan penetapan awal Ramadan yang tepat dan seragam di Indonesia.