Hippindo Usul Voucher Belanja untuk Dongkrak Daya Beli, Pemerintah Buka Peluang
Hippindo mengusulkan voucher belanja sebagai BLT untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang melambat; pemerintah menyatakan akan mengkaji usulan tersebut.
Jakarta, 6 Mei 2025 - Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mengusulkan solusi inovatif untuk mengatasi perlambatan ekonomi: pemberian bantuan langsung tunai (BLT) dalam bentuk voucher belanja. Usulan ini disampaikan Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, di Jakarta, Selasa lalu, sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Hippindo menekankan pentingnya stimulus bagi industri ritel yang menyerap banyak tenaga kerja. Mereka khawatir pertumbuhan ekonomi nasional akan kembali melambat di bawah 5 persen pada kuartal berikutnya, mengingat momentum peningkatan konsumsi pasca-Lebaran 2025 telah berlalu. Penurunan daya beli masyarakat berdampak langsung pada penjualan ritel, sehingga stimulus dinilai krusial untuk mencegah penurunan yang lebih drastis.
"Harapan kami, keran belanja pemerintah dibuka atau diberikan BLT. Kami meminta ada stimulus BLT untuk masyarakat kelas bawah supaya menaikkan perekonomian," ujar Budihardjo. Ia menambahkan, "Atau voucher belanja, lah. Suruh orang belanja di Indonesia. Ibu-ibu semua dikasih untuk belanja." Usulan ini fokus pada peningkatan konsumsi domestik sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi.
Tanggapan Pemerintah dan Situasi Ekonomi
Menanggapi usulan Hippindo, Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, menyatakan bahwa pemerintah akan menampung dan mengkaji aspirasi tersebut. "Nanti akan kami bahas di internal pemerintah, dikaji dulu," kata Maman. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemerintah terbuka terhadap usulan tersebut dan akan mempertimbangkannya secara matang.
Perlu diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I tahun 2025 menjadi 4,87 persen secara tahunan, lebih rendah dibandingkan 5,11 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya. Salah satu faktor penyebabnya adalah konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi sebesar 1,38 persen akibat kebijakan efisiensi belanja.
Kebijakan efisiensi belanja pemerintah ini tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025. Presiden menargetkan penghematan belanja APBN sebesar Rp306,69 triliun, terdiri dari efisiensi anggaran belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah Rp50,59 triliun.
Kebijakan ini, meskipun bertujuan untuk efisiensi, berdampak pada penurunan konsumsi pemerintah dan berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, usulan Hippindo untuk memberikan stimulus berupa voucher belanja menjadi relevan untuk dipertimbangkan sebagai langkah penyeimbang.
Analisis dan Implikasi Usulan Hippindo
Usulan Hippindo memberikan alternatif solusi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah perlambatan. Voucher belanja dapat lebih efektif daripada BLT tunai karena langsung mendorong konsumsi di sektor ritel, menciptakan efek berganda pada perekonomian. Program ini dapat ditargetkan pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah untuk meningkatkan daya beli mereka.
Namun, pemerintah perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum memutuskan, termasuk mekanisme pendistribusian voucher, nilai nominal yang tepat, dan dampaknya terhadap inflasi. Kajian yang komprehensif diperlukan untuk memastikan efektivitas dan efisiensi program ini. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan potensi dampak terhadap UMKM dan sektor ritel secara keseluruhan.
Kesimpulannya, usulan Hippindo untuk memberikan voucher belanja sebagai stimulus ekonomi patut dipertimbangkan. Program ini berpotensi efektif dalam meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi, namun memerlukan perencanaan dan implementasi yang matang dari pemerintah.