Inovasi SIDOKAR: Strategi Sudinkes Jaktim Basmi TBC
Sudinkes Jakarta Timur gencar menerapkan inovasi SIDOKAR untuk menurunkan angka kasus Tuberkulosis (TBC) dengan berbagai strategi inovatif dan kolaborasi lintas sektor.
Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Timur meluncurkan inovasi SIDOKAR untuk memberantas kasus Tuberkulosis (TBC). Inovasi ini diluncurkan oleh Kepala Sudinkes Jakarta Timur, Herwin Meifendy, sebagai respon terhadap masih tingginya angka kasus TBC di wilayah tersebut. Program ini diterapkan di seluruh Jakarta Timur dan melibatkan berbagai pihak, mulai dari petugas kesehatan hingga masyarakat, sejak Januari 2025. Program ini penting karena TBC masih menjadi masalah kesehatan serius, dan SIDOKAR diharapkan dapat meningkatkan angka kesembuhan dan mencegah penyebaran lebih lanjut. SIDOKAR menggunakan pendekatan multi-sektoral dan teknologi digital untuk menjangkau dan menangani kasus TBC secara efektif.
Program SIDOKAR merupakan akronim dari Skrining, Investigasi, TBC DO (Tuberculosis Direct Observation Therapy), TC SR (Treatment Coverage/Treatment Success Rate), dan kemitraan lintas sektoral dan klaster. Program ini bertujuan untuk meningkatkan deteksi dini, pengobatan, dan pencegahan penyebaran TBC melalui berbagai strategi inovatif. Salah satu strategi kunci adalah pengawasan langsung pengobatan (TBC DO), yang memastikan pasien mengonsumsi obat dengan benar dan tepat waktu.
Wali Kota Jakarta Timur, Munjirin, juga mendukung penuh program ini dengan menerapkan strategi jemput bola untuk mendeteksi penderita TBC, terutama di daerah terpencil. Kerja sama dengan Puskesmas, RT/RW, Kelurahan, dan Kecamatan se-Jakarta Timur juga dimaksimalkan untuk menjangkau seluruh warga. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam memerangi TBC dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Lima Aksi Inovatif SIDOKAR
SIDOKAR memiliki lima aksi utama. Pertama, Dokar, yaitu penjaringan TBC DO yang fokus pada penelusuran kasus TBC yang tidak minum obat. Kedua, Kusir, yaitu kader untuk menyisir kasus TBC melalui skrining dan edukasi pasien. Ketiga, Pelana, yaitu peta digital sebaran kasus TBC untuk pemantauan pasien dan identifikasi wilayah rawan. Keempat, Pedati, yaitu pusat edukasi dan informasi TBC yang menyediakan informasi layanan kesehatan dan skrining.
Kelima, Bentor, yaitu kolaborasi lintas klaster dan sektor, termasuk program gizi untuk mengukur faktor lingkungan seperti kebisingan, kelembapan, pencahayaan, dan status gizi. Kolaborasi ini juga melibatkan program CSR, seperti proyek "rumah modis", untuk membantu pasien TBC.
Data dari Sudinkes Jakarta Timur menunjukkan bahwa pada periode Januari-Maret 2025, sebanyak 2.645 warga Jakarta Timur positif TBC, 324 di antaranya adalah anak-anak. Wilayah dengan kasus terbanyak adalah Pulogadung, Ciracas, Cakung, dan Pasar Rebo. Meskipun demikian, angka keberhasilan pengobatan pada tahun 2024 mencapai 65 persen, atau sebanyak 2.285 warga dinyatakan sembuh.
Pentingnya Kampung Siaga TBC
Wali Kota Munjirin menekankan pentingnya mengoptimalkan fungsi Kampung Siaga TBC di setiap kelurahan untuk menekan penyebaran TBC dan mendeteksi kasus di daerah terpencil. Inisiatif ini menunjukkan pendekatan komprehensif dalam mengatasi masalah TBC di Jakarta Timur, yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan kolaborasi antar-lembaga.
Program SIDOKAR merupakan contoh nyata inovasi dalam upaya pengentasan TBC. Dengan pendekatan yang terintegrasi dan kolaboratif, diharapkan program ini dapat menekan angka kasus TBC di Jakarta Timur dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Melalui berbagai strategi inovatif dan kolaborasi lintas sektor, Sudinkes Jakarta Timur berupaya untuk mencapai target pengentasan TBC di wilayahnya. Program ini tidak hanya fokus pada pengobatan, tetapi juga pencegahan dan edukasi kepada masyarakat.