Kades di Simeulue Divonis 2,5 Tahun Penjara Kasus Korupsi Dana Desa Rp331 Juta
Seorang kepala desa di Simeulue, Aceh, divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta karena korupsi dana desa sebesar Rp331,1 juta yang seharusnya digunakan untuk pembangunan desa.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh telah menjatuhkan vonis 2 tahun 6 bulan penjara kepada Sarman, Kepala Desa Salur Lasengalu, Kecamatan Teupah Barat, Kabupaten Simeulue. Sarman terbukti bersalah melakukan korupsi dana desa senilai Rp331,1 juta. Vonis dibacakan pada Senin, 17 Maret 2024, oleh majelis hakim yang diketuai Apriyanti.
Kasus ini terungkap setelah ditemukan penyimpangan penggunaan dana desa sebesar Rp1,1 miliar yang dikelola Sarman antara tahun 2019 hingga 2020. Dana tersebut seharusnya dipergunakan untuk pembangunan dan belanja desa, namun Sarman menggunakan sebagian dana tersebut untuk kepentingan pribadi. Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp331,1 juta.
Putusan tersebut meliputi pidana penjara, denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan, dan kewajiban mengembalikan kerugian negara sebesar Rp331,1 juta. Jika Sarman gagal mengembalikan kerugian negara, ia akan menjalani hukuman tambahan 2 tahun 6 bulan penjara. Persidangan berlangsung tanpa didampingi penasihat hukum oleh terdakwa, dihadiri oleh Aprizal Maulana dari Kejaksaan Negeri Simeulue.
Korupsi Dana Desa: Pembangunan Terbengkalai
Majelis hakim menyatakan Sarman terbukti melanggar Pasal 3 junto Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2), dan Ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bukti-bukti yang diajukan menunjukkan adanya penyimpangan penggunaan dana desa yang signifikan.
Beberapa proyek pembangunan desa yang seharusnya dibiayai dari dana tersebut tidak terlaksana. Contohnya, pembangunan pasar mini dan pagar kantor desa yang tidak kunjung terealisasi. Hal ini menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang dan kepercayaan yang telah diberikan kepada Sarman sebagai kepala desa.
Majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan vonis. Hal yang memberatkan adalah Sarman tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara itu, hal yang meringankan adalah pengakuan Sarman atas perbuatannya, tanggungan keluarga, usia lanjut, dan kewajiban membayar kerugian negara.
Putusan Hakim dan Langkah Selanjutnya
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Baik terdakwa maupun jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut. Majelis hakim memberikan waktu kepada kedua belah pihak untuk mempertimbangkan putusan sebelum mengambil langkah selanjutnya.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan dana desa. Dana desa yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Semoga putusan ini dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.
Putusan ini juga menekankan pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan desa. Masyarakat perlu dilibatkan dalam pengawasan penggunaan dana desa agar kasus korupsi serupa dapat dicegah.
Ke depan, diharapkan akan ada mekanisme pengawasan yang lebih ketat dan efektif dalam pengelolaan dana desa untuk memastikan dana tersebut digunakan sesuai peruntukannya dan memberikan manfaat bagi masyarakat.