Kepala Daerah Baru: Harapan dan Tantangan Industri Penyiaran Lokal
Pelantikan 961 kepala daerah baru di Indonesia pada 20 Februari 2025 membawa harapan besar bagi kemajuan industri penyiaran lokal, namun juga tantangan dalam memahami regulasi dan peran mereka dalam ekosistem penyiaran.
Presiden Prabowo Subianto telah melantik 961 kepala daerah pada 20 Februari 2025, di Istana Kepresidenan. Pelantikan ini meliputi 33 gubernur, 363 bupati, 85 wali kota, dan wakil-wakilnya. Kehadiran kepala daerah baru ini memicu harapan besar bagi kemajuan industri penyiaran lokal, khususnya dalam menghadapi disrupsi teknologi informasi. Namun, pemahaman yang tepat tentang peran dan manfaat industri penyiaran lokal bagi masing-masing daerah menjadi kunci keberhasilannya. Hal ini penting karena sektor penyiaran berperan sebagai saluran informasi strategis dalam mendukung program pembangunan nasional.
Amanat Presiden menekankan pentingnya dukungan semua sektor, termasuk penyiaran, terhadap program pembangunan. Sayangnya, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa tidak semua kepala daerah memahami tugas dan manfaat industri penyiaran lokal. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam terhadap regulasi penyiaran, khususnya UU No. 32 Tahun 2002 dan revisinya, menjadi sangat krusial bagi kepala daerah yang baru dilantik.
Revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran menjadi isu penting. Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, dalam audiensi dengan pelaku industri, menyoroti kurangnya kekompakan di industri penyiaran sebagai salah satu faktor penghambat revisi selama 15 tahun. Perbedaan pandangan di antara pelaku industri mengharuskan adanya kekompakan seluruh pemangku kepentingan, termasuk kepala daerah, untuk mendukung Komisi I DPR RI dalam melanjutkan pembahasan revisi UU Penyiaran.
Peran Kepala Daerah dalam Regulasi Penyiaran
UU No. 32 Tahun 2002 memuat beberapa pasal krusial terkait peran kepala daerah. Pasal 10 dan 11 mengatur penetapan anggota KPI Pusat dan Daerah oleh Presiden dan Gubernur, berdasarkan usul DPR RI dan DPRD Provinsi. Pasal 53 menegaskan tanggung jawab KPI Daerah kepada Gubernur dan kewajibannya melaporkan kepada DPRD Provinsi. Memahami pasal-pasal ini sangat penting bagi kepala daerah dalam menjalankan tugas pengawasan dan pengembangan industri penyiaran.
Beberapa daerah telah mengeluarkan regulasi penyiaran lokal, seperti Provinsi Lampung, Kepulauan Riau, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Regulasi-regulasi ini umumnya masih mengacu pada UU No. 32 Tahun 2002, yang fokus pada lembaga penyiaran free to air. Qanun Aceh No. 2 Tahun 2024, yang mencakup pengawasan media baru/penyiaran internet, menunjukkan upaya progresif namun juga menimbulkan pertanyaan terkait kesesuaiannya dengan UU No. 32 Tahun 2002 dan UU Cipta Kerja.
Draft revisi UU Penyiaran yang terhenti di Baleg DPR RI tahun 2024 juga menekankan perluasan pengawasan ke platform media baru. Dukungan kepala daerah sangat penting untuk mendorong revisi UU Penyiaran guna melindungi masyarakat dari konten negatif di platform media baru berbasis internet yang saat ini masih minim pengawasan.
Isu Lokal dan Pengembangan Industri Penyiaran
Kepala daerah juga berperan penting dalam pengembangan industri penyiaran lokal. Salah satu isu utama yang dihadapi KPI Daerah adalah terkait anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah daerah. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang otonomi daerah menempatkan penyiaran sebagai urusan pusat, berdampak pada tata kelola KPI Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah mengubah status anggaran KPI Daerah menjadi hibah, menyebabkan perbedaan alokasi anggaran di setiap daerah.
KPI Pusat berupaya menjembatani dengan Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2024, yang menetapkan standar minimum anggaran untuk KPI Daerah sebesar Rp2,5 miliar – Rp3 miliar. Standar ini mempertimbangkan jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah lembaga penyiaran. Namun, angka ini hanya batas bawah, dan pemerintah daerah dapat memberikan alokasi anggaran lebih tinggi.
Peran kepala daerah juga krusial dalam mengembangkan lembaga penyiaran lokal sebagai saluran informasi, sosialisasi, dan edukasi. Lembaga penyiaran lokal berperan penting dalam melawan hoaks dan clickbait di ruang digital. Sesuai Pasal 68 ayat (1) P3SPS, program siaran lokal wajib ditayangkan minimal 10% untuk televisi dan 60% untuk radio dari total waktu siaran per hari.
Kesimpulannya, kepala daerah memiliki peran vital dalam memajukan industri penyiaran lokal. Dukungan anggaran yang memadai untuk KPI Daerah, pengembangan lembaga penyiaran lokal, dan pemahaman yang komprehensif terhadap regulasi penyiaran menjadi kunci keberhasilan dalam membangun ekosistem penyiaran yang sehat dan berkelanjutan. Partisipasi aktif kepala daerah dalam mendorong revisi UU Penyiaran juga sangat penting untuk menghadapi tantangan di era digital.