KLH Minta 13 Pelaku Usaha di Puncak Bongkar Bangunan Secara Mandiri
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) menjatuhkan sanksi administratif berupa pembongkaran mandiri kepada 13 pelaku usaha di Puncak, Bogor, akibat pelanggaran lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) telah mengambil tindakan tegas terhadap 13 pelaku usaha di kawasan Puncak, Jawa Barat. Ketiga belas pelaku usaha tersebut diharuskan melakukan pembongkaran bangunan secara mandiri sebagai sanksi administratif atas pelanggaran lingkungan yang mereka lakukan. Tindakan ini diambil setelah KLH menemukan adanya pelanggaran izin lingkungan dan dampak kerusakan lingkungan yang signifikan di kawasan tersebut.
Deputi Bidang Penegakan Hukum (Gakkum) KLH, Rizal Irawan, dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat, 9 Mei 2024, menjelaskan bahwa sanksi ini diberikan kepada 13 pelaku usaha yang menjalin Kerja Sama Operasi (KSO) dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 2. Mereka terbukti beroperasi tanpa dokumen dan persetujuan lingkungan yang lengkap, serta berkontribusi terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan di Puncak, Kabupaten Bogor.
Sanksi tersebut mewajibkan para pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan mereka dalam waktu tiga hari sejak surat sanksi dikeluarkan. Lebih lanjut, mereka juga diwajibkan membongkar seluruh sarana dan prasarana yang ada di lokasi dalam waktu 30 hari, serta melakukan rehabilitasi lahan dengan penanaman kembali dalam waktu 180 hari. Keengganan untuk menaati sanksi ini akan berujung pada proses hukum lebih lanjut.
Pelaku Usaha yang Terkena Sanksi
Sebanyak 13 pelaku usaha yang terkena sanksi administratif paksaan pemerintah tersebut antara lain CV Mega Karya Anugrah, PT Banyu Agung Perkasa, PT Tiara Agro Jaya, PT Taman Safari Indonesia, CV Sakawayana Sakti, PT Pelangi Asset International, PT Farm Nature dan Rainbow, CV Al-Ataar, PT Panorama Haruman Sentosa, PT Bobobox Adet Manajemen, PT Prabu Sinar Abadi, CV Regi Putra Mandiri, dan Juan Felix Tampubolon. Semua pihak tersebut tercatat sebagai pihak yang melakukan KSO dengan PTPN 1 Regional 2.
KLH juga masih menunggu pencabutan izin lingkungan yang dikeluarkan pemerintah daerah untuk 9 KSO lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan lingkungan di kawasan Puncak masih memerlukan perhatian serius dan langkah-langkah tegas untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan lingkungan.
Rizal Irawan menambahkan bahwa pihak-pihak yang dikenai sanksi memiliki hak untuk menempuh jalur hukum jika keberatan dengan keputusan tersebut. Namun, paksaan pemerintah ini wajib dilaksanakan sejak tanggal keputusan diterima. Kegagalan untuk melaksanakan paksaan pemerintah akan berakibat pada penambahan sanksi hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyebab Sanksi dan Dampak Lingkungan
Sanksi administratif ini dikeluarkan setelah KLH melakukan pemeriksaan ketaatan pengelolaan lingkungan hidup PTPN I Regional 2. Pemeriksaan tersebut menemukan bahwa dari total 350 hektare lahan yang telah atau akan dimanfaatkan, hanya 160 hektare yang memiliki izin. Artinya, terdapat penambahan lahan yang signifikan melebihi izin yang diberikan.
Selain penambahan lahan, Gakkum KLH juga menemukan penambahan jenis kegiatan yang berdampak pada kemampuan wilayah sebagai daerah tangkapan dan penyerapan air. Perubahan peruntukan kawasan ini diduga menjadi salah satu faktor penyebab banjir yang baru-baru ini terjadi di wilayah Puncak. KLH menekankan pentingnya kepatuhan terhadap aturan lingkungan untuk mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut dan menjaga kelestarian alam.
KLH berharap langkah tegas ini dapat menjadi pembelajaran bagi pelaku usaha lainnya untuk selalu mematuhi peraturan lingkungan dan bertanggung jawab atas dampak kegiatan mereka terhadap lingkungan. Pembongkaran mandiri diharapkan dapat mengembalikan kondisi lingkungan di Puncak dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan lebih lanjut.