Korupsi RS Kelua: PPK Dinkes Tabalong Dituntut 1,5 Tahun Penjara
Jaksa tuntut PPK Dinkes Tabalong, Lukmanul Hakim, 1,5 tahun penjara dan denda Rp50 juta terkait korupsi pembangunan RS Kelua dengan kerugian negara sekitar Rp400 juta.
Tanjung, Kalimantan Selatan, 15 Mei 2024 - Kasus korupsi pembangunan Rumah Sakit (RS) Kelua di Tabalong, Kalimantan Selatan, memasuki babak baru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabalong menuntut Lukmanul Hakim, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Kesehatan (Dinkes) Tabalong, dengan hukuman penjara selama 1,5 tahun. Tuntutan ini dibacakan pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (PN) Banjarmasin. Kasus ini melibatkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp400 juta.
Selain hukuman penjara, Lukmanul Hakim juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp50 juta. Kepala Seksi Intel Kejari Tabalong, M Fadhil, menjelaskan bahwa jika terdakwa tak mampu membayar denda tersebut, maka hukumannya akan diganti dengan kurungan penjara selama tiga bulan. "Bila tidak dibayar denda maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan," ujar Fadhil.
JPU menilai Lukmanul Hakim terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Ia dianggap menyalahgunakan kewenangan dan kesempatan yang dimilikinya sebagai pejabat, sehingga merugikan keuangan negara. Kasus ini sendiri telah menyeret lima tersangka, termasuk Lukmanul Hakim, mantan Kepala Dinkes Tabalong Taufiqurrakhman Hamdie, dan tiga pihak kontraktor yaitu Imam Wahyudi, Daryanto, dan Yandi Santo.
Vonis Terhadap Tersangka Lain
Sebelum tuntutan terhadap Lukmanul Hakim, beberapa tersangka lain telah lebih dulu menjalani persidangan dan divonis. Taufiqurrakhman Hamdie divonis satu tahun penjara dan denda Rp50 juta. Imam Wahyudi dijatuhi hukuman satu tahun dua bulan penjara, denda Rp50 juta, dan wajib membayar uang pengganti Rp87 juta. Daryanto divonis satu tahun satu bulan penjara dan denda Rp50 juta, sedangkan Yandi Santo divonis 1,5 tahun penjara, denda Rp50 juta, dan wajib membayar uang pengganti Rp318,5 juta.
Para tersangka terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka juga dijerat Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sebagai alternatif, mereka juga dijerat Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU yang sama, Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menariknya, beberapa tersangka telah mengembalikan sebagian uang negara. Taufiqurrakhman Hamdie mengembalikan Rp40 juta, Imam Wahyudi Rp40 juta, Daryanto Rp15 juta, dan Yandi Santo Rp50 juta. Uang tersebut telah disita oleh tim penyidik Kejari Tabalong.
Kronologi dan Detail Kasus
Kasus korupsi pembangunan RS Kelua ini bermula dari dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa. Kerugian negara yang mencapai Rp400 juta ini menjadi bukti nyata dampak negatif dari tindakan korupsi tersebut. Proses hukum yang berjalan diharapkan dapat memberikan efek jera dan mengembalikan kerugian negara secara penuh.
Proses persidangan masih terus berlanjut. Publik menantikan putusan hakim terhadap Lukmanul Hakim dan berharap agar penegakan hukum dalam kasus ini dapat berjalan dengan adil dan transparan. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya dalam proyek-proyek pembangunan infrastruktur publik.
Kejari Tabalong berkomitmen untuk terus menindak tegas para pelaku korupsi dan mengembalikan kerugian negara. Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak agar senantiasa menjunjung tinggi prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.