KPAI Desak Pemerintah: Pastikan Sekolah Tak Keluarkan Murid Bermasalah
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pemerintah mencegah sekolah mengeluarkan murid yang bermasalah, baik sebagai pelaku maupun korban kekerasan, untuk melindungi hak pendidikan anak.
Jakarta, 5 Mei 2024 - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meluncurkan seruan penting kepada pemerintah terkait kebijakan satuan pendidikan di Indonesia. KPAI mendesak agar tidak ada lagi peserta didik dikeluarkan dari sekolah karena berbagai permasalahan, termasuk kekerasan, konflik hukum, penyalahgunaan narkoba, atau perilaku menyimpang lainnya. Anggota KPAI, Aris Adi Leksono, menekankan pentingnya langkah ini untuk melindungi masa depan anak-anak Indonesia.
Seruan ini dilatarbelakangi oleh data pengaduan yang diterima KPAI selama tiga tahun terakhir. Data tersebut menunjukkan masih banyaknya sekolah yang mengeluarkan siswa karena berbagai alasan, seperti keterlibatan dalam kekerasan, perilaku menyimpang, menjadi korban kekerasan seksual, berhadapan dengan hukum, hingga masalah keuangan seperti tunggakan SPP. Situasi ini, menurut KPAI, sangat memprihatinkan dan berpotensi merugikan masa depan anak-anak tersebut.
Lebih lanjut, KPAI juga menyoroti kasus anak berkebutuhan khusus yang menjalani pembinaan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA). Banyak di antara mereka yang tidak terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), sehingga berisiko kehilangan akses bantuan pendidikan dari pemerintah, seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS). KPAI melihat hal ini sebagai ketimpangan yang harus segera diatasi.
Peran Kementerian Terkait dan Akses Pendidikan
Aris Adi Leksono, dalam keterangannya, menyatakan, "Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kementerian Agama agar memastikan satuan pendidikan tidak mengeluarkan peserta didik pelaku atau korban kekerasan, anak berkonflik hukum, anak korban narkoba, serta anak korban perilaku menyimpang lainnya." Pernyataan ini menegaskan pentingnya peran aktif kementerian terkait dalam melindungi hak pendidikan anak.
KPAI mendorong Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Agama, dan Kementerian Sosial untuk berkolaborasi memastikan anak-anak yang berada di LKSA tetap mendapatkan akses pendidikan dan terdata dalam sistem nasional. Hal ini penting agar mereka tidak terpinggirkan dan dapat menerima bantuan pendidikan yang layak.
KPAI juga menekankan pentingnya pendidikan sebagai instrumen utama untuk mewujudkan bonus demografi Indonesia di tahun 2045. Dengan memastikan semua anak mendapatkan akses pendidikan, Indonesia dapat menciptakan generasi emas yang berkualitas dan berdaya saing global. "Sampai saat ini masih banyak pekerjaan rumah yang belum tuntas terkait pemenuhan hak pendidikan dan perlindungan anak pada satuan pendidikan," tambah Aris Adi Leksono.
Data Anak Tidak Sekolah dan Faktor Penyebab
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik, masih terdapat sekitar 4,2 juta anak usia 6-18 tahun yang tidak sekolah. Angka ini terdiri dari 0,5 juta anak yang tidak pernah bersekolah, 0,5 juta anak putus sekolah, dan 3,2 juta anak yang telah berhenti bersekolah sebelum usia tersebut.
Berbagai faktor berkontribusi terhadap tingginya angka anak tidak sekolah. Faktor ekonomi dan sosial budaya menjadi penyebab utama, disusul dengan keterbatasan akses dan layanan pendidikan, kekerasan, konflik hukum, perkawinan anak, disabilitas, kecanduan gawai, penyalahgunaan narkoba, dan kebijakan sekolah yang mengeluarkan siswa bermasalah. KPAI berharap pemerintah dapat mengatasi semua faktor tersebut secara komprehensif.
KPAI menegaskan kembali pentingnya komitmen pemerintah dalam melindungi hak pendidikan anak. Dengan memastikan tidak ada lagi anak yang dikeluarkan dari sekolah karena berbagai masalah, pemerintah dapat berkontribusi pada terciptanya generasi penerus bangsa yang cerdas, terampil, dan berdaya saing.