KPK Periksa Wakil Ketua Umum Kadin Terkait Kasus Suap Izin PLTU Cirebon
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Heru Dewanto, diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan suap izin pembangunan PLTU Cirebon, terkait perannya sebagai mantan Presiden Direktur PT Cirebon Energi Prasarana.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Heru Dewanto, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pengembangan Profesi, untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap izin pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 di Cirebon, Jawa Barat. Pemeriksaan dilakukan pada Rabu di Gedung Merah Putih KPK. Heru Dewanto diperiksa terkait posisinya sebelumnya sebagai mantan Presiden Direktur PT Cirebon Energi Prasarana (CEPR).
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 24 Oktober 2018, yang menjerat Bupati Cirebon saat itu, Sunjaya Purwadi Sastra, dan Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon, Gatot Rachmanto. KPK kemudian mengembangkan kasus ini dan menetapkan Sunjaya sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada 4 Oktober 2019, dengan total penerimaan sekitar Rp51 miliar.
Kasus suap izin PLTU 2 Cirebon merupakan pengembangan dari OTT tersebut. Pada 15 November 2019, KPK menetapkan General Manager Hyundai Engineering and Construction, Herry Jung, dan Direktur Utama PT Kings Property Indonesia, Sutikno, sebagai tersangka. Keduanya diduga memberikan suap terkait perizinan pembangunan PLTU.
Peran Heru Dewanto dan Kronologi Kasus
Heru Dewanto diperiksa KPK dalam kapasitasnya sebagai mantan Presiden Direktur PT Cirebon Energi Prasarana (CEPR). Perusahaan ini diduga terlibat dalam pemberian suap terkait perizinan pembangunan PLTU 2 Cirebon. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengungkap lebih lanjut keterlibatan Heru Dewanto dalam kasus tersebut dan aliran dana yang terkait.
Dalam konstruksi perkara, Herry Jung diduga memberikan suap sebesar Rp6,04 miliar kepada Sunjaya, dari janji awal Rp10 miliar, terkait perizinan pembangunan PLTU 2 oleh PT CEPR. Sementara itu, Sutikno diduga memberikan suap sebesar Rp4 miliar kepada Sunjaya terkait perizinan PT Kings Property Indonesia.
Kedua tersangka, Herry Jung dan Sutikno, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal-pasal tersebut berkaitan dengan pemberian suap kepada pejabat negara.
Proses hukum kasus ini terus berlanjut, dengan KPK berupaya mengungkap seluruh jaringan dan aliran dana yang terlibat. Pemeriksaan terhadap Heru Dewanto diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap terkait peran PT CEPR dalam kasus dugaan suap ini.
Bukti dan Kesaksian
Meskipun detail bukti yang dikumpulkan KPK belum diungkapkan secara rinci kepada publik, pemeriksaan saksi-saksi, termasuk Heru Dewanto, akan menjadi kunci dalam mengungkap kebenaran kasus ini. Kesaksian yang diberikan oleh para saksi akan dianalisa dan divalidasi oleh tim penyidik KPK untuk memperkuat konstruksi perkara.
Proses hukum yang transparan dan akuntabel sangat penting dalam kasus ini. Publik menantikan hasil penyelidikan dan proses peradilan yang adil untuk memastikan keadilan ditegakkan dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.
KPK terus berkomitmen untuk memberantas korupsi di Indonesia. Kasus ini menunjukkan komitmen KPK dalam menindaklanjuti kasus-kasus korupsi, meskipun telah berlalu beberapa waktu sejak operasi tangkap tangan awal. Proses hukum yang teliti dan komprehensif diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan pelaku yang terlibat.
Dengan pemeriksaan Heru Dewanto, diharapkan KPK dapat memperoleh informasi dan bukti tambahan yang memperkuat konstruksi perkara dan mengungkap seluruh jaringan serta aliran dana yang terlibat dalam kasus dugaan suap izin PLTU Cirebon ini.
Proses hukum akan terus berjalan hingga semua fakta terungkap dan keadilan ditegakkan. Publik berharap KPK dapat menyelesaikan kasus ini secara transparan dan akuntabel.