KPK Ungkap Penagihan Fee Proyek oleh DPRD OKU Jelang Lebaran
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus dugaan suap proyek di Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, di mana sejumlah anggota DPRD menagih fee proyek kepada Kepala Dinas PUPR sebelum lebaran.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkap kasus dugaan suap terkait proyek di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Kasus ini melibatkan sejumlah anggota DPRD OKU yang menagih fee atau imbalan jasa proyek kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) OKU, Nopriansyah. Penagihan tersebut dilakukan menjelang Hari Raya Idul Fitri, dengan janji pencairan uang muka sembilan proyek yang telah disepakati sebelumnya.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, mengungkapkan bahwa tiga anggota DPRD OKU terlibat dalam kasus ini. Mereka adalah Ferlan Juliansyah (anggota Komisi III), M. Fahrudin (Ketua Komisi III), dan Umi Hartati (Ketua Komisi II). Ketiganya menagih fee yang dijanjikan oleh Nopriansyah akan dicairkan sebelum lebaran. Sembilan proyek tersebut merupakan pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD yang telah disetujui pemerintah daerah, meliputi rehabilitasi rumah dinas bupati dan wakil bupati, kantor Dinas PUPR OKU, perbaikan jalan, dan pembangunan jembatan.
Selain ketiga anggota DPRD dan Kepala Dinas PUPR, KPK juga menetapkan dua pihak swasta sebagai tersangka. Mereka adalah M. Fauzi (MFZ) alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS). MFZ diketahui menyerahkan uang Rp2,2 miliar kepada Nopriansyah sebagai bagian dari fee proyek, sementara ASS menyerahkan Rp1,5 miliar. Uang tersebut berasal dari uang muka pencairan proyek dan diserahkan melalui seorang PNS berinisial A. KPK mengamankan total Rp2,6 miliar dari rumah Nopriansyah dan PNS tersebut.
Anggota DPRD OKU Terjerat Kasus Suap Proyek
Tersangka anggota DPRD OKU dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, dan Pasal 12 huruf f, serta Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara itu, MFZ dan ASS dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kasus ini menunjukkan adanya dugaan praktik korupsi yang melibatkan anggota DPRD dan pejabat pemerintah daerah. Penagihan fee proyek menjelang lebaran menunjukkan adanya upaya untuk mempercepat proses pencairan dana proyek dan memperoleh keuntungan pribadi.
Proses hukum akan terus berjalan untuk mengungkap seluruh fakta dan aktor yang terlibat dalam kasus ini. KPK berkomitmen untuk menindak tegas para pelaku korupsi dan mengembalikan kerugian negara.
Rincian Proyek dan Tersangka
Sembilan proyek yang menjadi pusat kasus ini meliputi berbagai infrastruktur di Kabupaten OKU. Proyek-proyek tersebut telah disetujui melalui pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD OKU. Rincian lengkap proyek masih dalam proses pengungkapan lebih lanjut oleh KPK.
Tersangka dalam kasus ini terdiri dari tiga anggota DPRD OKU, Kepala Dinas PUPR OKU, dan dua pihak swasta. KPK telah mengamankan sejumlah uang yang diduga merupakan fee proyek. Proses penyidikan dan penyelidikan masih berlanjut untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan lembaga legislatif dan menunjukkan adanya praktik korupsi yang merugikan keuangan negara dan masyarakat.
Proses hukum akan terus berjalan untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam penanganan kasus ini. KPK akan terus berupaya untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Kesimpulan: Kasus dugaan suap proyek di OKU ini menjadi bukti nyata perlunya pengawasan yang ketat terhadap penggunaan anggaran negara dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi. KPK berharap kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar selalu menjunjung tinggi integritas dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan.